Letusan Tangkuban Parahu Tahun 1910.
Sangkuriang dan dayang sumbi, tokoh legenda sunda yang
begitu terlintas di telinga kita maka pikiran kita akan teralih dan teringat
suatu gunung yang terletak dikawasan Bandung Utara, Tangkuban Perahu begitu nama
gunung tersebut yang di kisahkan menurut legenda dan cerita rakyat gunung ini
terbentuk oleh seorang anak mahkota dari seorang ratu yang bernama dayang
sumbi, dimana anak tersebut ( sangkuriang ) menendang perahu hingga menangkub (
terbalik ) karena tidak jadi menikahi dayang sumbi yang tidak lain adalah ibu
nya sendiri.
Letusan Tangkuban Parahu 1920.
Kini Gunung yang berjarak 30 km dari pusat kota Bandung ini
kini telah menjadi objek pariwisata dengan keunggulan kawah – kawah hasil
letusannya menjadi andalan objek wisata gunung Tangkuban perahu, gunung yang
memiliki ketinggian 2084 mdpl dengan 13 kawah yang tersebar di kawasan puncak
gunung Tangkuban Perahu. Secara geologi Gunung Tangkuban Perahu memainkan
peranan penting dalam pengembangan tinggi Parahyangan.
Erupsi sangat berkontribusi ke bukit utara Bandung dengan
lahar mengalir ke lembah dan menjadi batu, sehingga membentuk bentukan-bentukan
yang bagus. Begitu juga aliran lumpur telah membentuk gradient cone
semi-circular, yang sekarang merupakan sebuah massa yang terendapkan di lembah
kuno di dekat sungai Citarum di Padalarang (18 km barat Bandung ), hal ini
menyebabkan terbentuknya sebuah danau yang meliputi seluruh Bandung.
Gunung Tangkuban Perahu telah mengalami beberapa kali
letusan, di lihat dari 2 abad terakhir gunung ini meletus di tahun 1829, 1846,
1863, 1887, 1896, 1910, dan yang terakhir terjadi pada tahun 1929. Akibat
seringnya gunung ini meletus, sehingga banyak kawah yang terbentuk di
sekitarnya, seperti Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jurian,
Siluman, serta Paguyuban Badak, pada tahun 1969 pun Tangkuban Perahu mengalami
erupsi dengan kategori kecil, dan pada tahun 1992 terjadi erupsi yang cukup
besar sehingga Gunung Tangkuban Perahu di tutup selama beberapa hari, karena
aktivitas seismic yang luar biasa tinggi dan dikawatirkan terjadi letusan baru.
Di utara lereng gunung merupakan wilayah yang disebut Death
Valley, karena sering terakumulasi oleh gas beracun. Dilihat dari sejarah
pembentukan dan morfologinya dataran tinggi Bandung ini di kelilingi oleh dua
deretan gunung api, juga seluruh dataran Bandung di selimuti oleh bahan – bahan
atau material vulkanik, hanya pada dua tempat ditemukan endapan-endapan sedimen
yang terbentuk di laut dalam. Bagian tengah merupakan gunungapi itu sendiri,
dan bagian sebelah selatan ditemukan dataran tinggi Bandung yang dahulu
merupakan sebuah danau besar.
Di dataran tinggi Bandung terdapat andapan-endapan danau
seperti pasir, tanah liat, dan sebagainya. Bagian utara dari danau purba ini
terdiri dari arus lahar dan tufa gunung Tangkuban Perahu dan di kaki gunungapi
yang datar ini terletak kota Bandung, Cimahi, Padalarang.
Jika kita mempelajari bentang alam dari daerah ini, maka
akan terlihat beberapa kesatuan morfologi yang oleh Van Bamelen di bagi sebagai
berikut :
a. Jalur sebelah utara yang terdiri dari daerah perbukitan sekitar
Subang yang diberi nama punggung Tambakan.
b. Sebuah depresi sebelah dalam dari punggung ini.
c. Pegunungan sentral terdiri dari kompleks gunungapi.
d. Dataran tinggi Bandung sebelah selatan dari pegunungan
vulkanik.
e. Daerah perbukitan
sekitar Cimahi.
Sejarah geologi dataran tinggi Bandung ini di mulai sejak
zaman Miosin, pada jaman Miosin ini daerah pesisir utara jawa purba jauh dari
daerah pesisir yang sekarang. letaknya berada di daerah Pangalengan, di sebelah
utara Pangalengan dahulu merupakan sebuah lautan yang dimana terjadilah sebuah
proses pembentukan dan pengendaman berbagai macam batuan sedimen.
Proses pembentukan dan pengendapan in bisa di lihat sangat
jelas di daerah Purwakarta, dimana endapan – endapan di daerah tersebut banyak
sekali menyisakan endapan tanah liat, batu karang, batu kapur, tufa, dan
sebagainya, namun di daerah Bandung sendiri endapan – endapan tersebut hanya
bisa di jumpai di beberapa tempat saja, hal ini di sebabkan karena daerah -
daerah di Bandung sebagian telah tertupup oleh material vulkanik, Umur endapan
ini di tetapkan berdasarkan binatang-binatang purba yang dahulu pernah
menenmpati lautan Miosin ini.
Jaman yang tenang ini disusul oleh periode yang
revolusioner, dalam periode ini dalam bumi terjadi gerak-gerak melipat dan
mengangkat batuan-batuan yang dibentuk menjadi pegunungan yang muncul dari atas
permukaan air laut. Periode ini adalah periode pembentukan pegunungan. Pesisir
utara Jawa yang tadinya terletak sebelah selatan mulai berpindah keutara dengan
kata lain sebagian daratan ditambahkan pada Jawa purba tersebut. Bagian selatan
dari daerah Pengalengan diangkat.
Selain dari periode pembentukan pegunungan, bekerja pula
kekutan-kekuatan lain dalam bumi, yaitu kekuatan vulkanik yang membentuk
gunungapi yang sisanya kini merupakan puncak tajam sekitar Cimahi misalnya
gunung Selacau. Batuan-batuan yang terdapat pada gunungapi ini berupa Dasit,
batuan lelehan yang mnegandung bahyak SiO2, berbeda dengan batuan yang
dihasilkan oleh gunung Tangkuban Perahu kemudian.
Pada jaman kwarter terjadi pembentukan dataran Bandung
seperti yang kita kenal sekarang. Sejarah daerah gunungapi ini dapat kita bagi
dalam dua periode, Jaman Kwarter Tua dan Jaman Kwarter Muda. Pada awal jaman
kwarter tua aktivitas vuklkanik berpindah kesebelah utara, ketempat gunung
Tangkuban Perahu sekarang berada.
Pada jaman tersebut gunung Tangkuban Perahu belum lahir,
namun yang ada adalah induk dari gunungapi Tangkuban perahu yaitu gunungapi
Sunda. Gunungapi Sunda yang baru muncul ini sangat besar, dan menurut
rekonstruksi mempunyai panjang sekitar 20 km dan tinggi 3000 mdpl. Kini hanya
sisa yang masih tertinggal. Gunungpai ini mempunyai titik parasit seperti
gunung Gurangrang, yaitu gunungapi yang lebih tua dari Tangkuban Perahu.
Dapat dipahami jika melihat morfologi kedua gunung tersebut.
Gunungapi Tangkuban Perahu masih mempunyai lereng yang licin dengan kata lain
erosi belum terlalu lama bekerja sedangkan Burangrang telah banyak terdapat
lembah-lembah erosi. Gunungapi parasit lainya yang terdapat pada gunungapi
Sunda adalah gunung Palasari, gunung Tunggul. Semua bahan-bahan dari gunungapi
tersebut menuju keberbagai arah, terutama menuju ke arah Subang dan ke selatan
menuju Bandung.
Setelah beberapa lamanya bekerja, maka gunungapi raksasa
meletus dengan hebatnya. Pada letusan ini terbentuk kawah yang ukuranya
beberapa kali dari kaldera. Sebagian besar gunungapi Sunda tersebut runtuh.
Pada sesar Lembang, sebelah selatan terdapat suatu pegunungan panjang yang
lurus memanjang dari timur ke barat. Sesar Lembang adalah sebuah sesar terbesar
di daerah ini, yang melintang dari barat ke timur.
Sesar ini terletak atau melalui Lembang dari mana nama sesar
ini berasal yang kira-kira 10 km sebelah utara Bandung. Ini adalah sebuah sesar
aktif dengan gawir sesar sangat jelas yang menghadap ke utara. Sesar ini yang
panjang seluruhnya kira-kira 22 km dapat diamati sebagai suatu garis lurus dari
G. Palasari di timur ke barat dekat Cisarua.
Penyelidikan-penyelidikan terdahulu telah menghubungkan
bahwa sesar Lembang yang dominannya adalah sesar normal terjadi setelah letusan
besar gunung Sunda Purba yang berlangsung pada jaman Kwarter Tua. Setelah
letusan gunungapi Sunda, terjadilah gerak naik-turun dalam kerak bumi. Oleh
gerakan ini, maka terbentuklah patahan atau sesar Lembang.
Bagian sebelah utara turun sekitar 450 m dibandingkan bagian
selatan. Contoh yang jelas dari patahan ini adalah pada bukit Batu dan Batu
Gantung. Bukit-bukit ini yang dahulu merupakan satu arus lava, terpotong dan
seakan-akan tergantung. Van Bammelen bersintesa tentang daerah ini menganggap
bahwa gerak yang terjadi bukan merupakan suatu gerak vertikal namun suatu gerak
lengseran yang mengakibatkan pengerutan sedimen sebelah utara, sehingga
membentuk punggung Tambakan. Setelah pembentukan patahan Lembang, gunung
Tangkuban Perahu mulai terbetuk pada jaman Kwarter muda. Terjadi erupsi yang
hebat dalam bentuk tufa-slak.
Hasil pertama dari gunung api tersebut adalah efflata
(bahan-bahan lepas). Sebelah utara arus slak ini menuju ke arah Segalaherang
dan sebelah selatan menuju Bandung. Material yang keluar mengisi depresi
Lembang. Material yang keluar mencari celah menuju ke arah selatan melalui
celah-celah pada dinding patahan. Arus lahar yang mengalir sebelah barat tak
menemui halangan yang berarti, karena dinding patahan tak terlalu tinggi,
sehingga mulailah bagian ini di banjiri oleh bahan-bahan material Tangkuban
Perahu ke arah Cimahi dan Padalarang.
Jalanya sungai
Citarum pada saat itu berbeda dengan sekarang. Sungai ini mengalir kira-kira ke
sebelah utara Cimahi dan berbelok ke arah Padalarang dan melalui lembah dimana
sekarang terdapat sungai Cimeta. Lembah purba sungai Citarum masih dapat
dikenal dari dalamnya dan lebar lembah yang di gunakan Cimeta tersebut.
Sedangkan sungai Cimeta sendiri kecil dibandingkan dengan lembahnya. Arus lahar
mengalir sebelah barat dari gunungapi Tangkuban Perahu, membendung sungai
Citarum sehingga terjadilah danau Bandung.
Selama erupsi besar Tangkuban Perahu daerah ini telah di
huni manusia. Sungai Citarum dibendung oleh arus tufa breksi dilembah yang
sempit dan besar kemungkinan pembendungan ini terjadi dalam waktu yang singkat.
Disekitar Palasari ditemukan material dari batuan dengan umur diperkirakan
neolitikum. Material batuan obsidian ditemukan juga disekitar gunung Malabar
dan Dago dan umurnya ditaksir sekitar 3000-6000 tahun.
Yang mengherankan adalah material demikian pada tempat lain
tidak diketemukan. Besar kemungkinan hal ini disebabkan oleh penimbunan debu
dan bahan material Tangkuban Perahu di daerah tersebut. Sungai Citarum tak lama
kemudian terdapat batu gamping di barat Padalarang. Dengan demikian keringlah
danau Bandung. Endapan-endapan danau ini merupakan tanah yang subur.
Setelah letusan
tersebut, terjadi gerak-gerak dalam bumi yang membentuk patahan. Oleh pembentukan
patahan dalam gunung berapi ini maka keluarlah lava. Erupsi yang menghasilkan
lava tersebut merupakan erupsi B dari gunungapi Tangkuban Perahu. Disebelah
utara aktivitas lava ni besar, yang keluar sewaktu letusan gunung Cinta, gunung
Malang, dan sebagainya.
Oleh pergantian bahan efflata dan lava maka gunungapi
Tangkuban Perahu merupakan gunungapi berlapis, karakteristik untuk Indonesia
yang disebut gunung strato. Lava erupsi B susunanya basalt, berbeda dengan
material gunung Sunda dan Burangrang yang bersusunan andesit (augit-hypersteen
andesit). Lava yang mengalir sewaktu erupsi B telah menyebabkan pembentukan air
terjun Dago dan juga merupakan basis dari komleks sumber-sumber air misalnya di
Ciliang.
Hasil letusan yang telah lapuk ini juga menyuburkan tanah di
sekitar. Sesudah itu terjadi letusan-letusan yang menghasilkan material lepas
yang merupakan erupsi C namun tak sehebat erupsi A. Letusan berganti-ganti
keluar dari tigabelas kepundan yang menyebabkan bentuk mendatar dari puncak
Tangkuban Perahu.
Gunung api Tangkuban Perahu terjadi perpindahan aktivitas
pipa kepundan dari arah barat ke timur. Erupsi pertama (A) Gunung Api Tangkuban
Perahu sangat hebat, material yang dikeluarkan sangat banyak sehingga dengan
cara demikian mengakibatkan terbentuknya dataran tinggi Bandung.
Menurut penelitian seorang ahli geologi Belanda, Van
Bammelen, di tahun 1934, riwayat letusan gunungapi Tangkuban Perahu dapat di
bagi menjadi tiga periode berdasarkan coraknya, yaitu :
1. Tahap A, tahap explosive. Selama tahap ini dikeluarkan
berbagai bahan letusan yang terdiri atas segala ukuran, sehingga menutupi
permukaan sekitarnya dan dihanyutkan sebagai lahar atau lumpur gunungapi. Saat
itu di duga bahan letusanya menutupi aliran Sungai Citarum Purba sehingga
airnya menggenangi cekungan Bandung dan terjadilah Danau Bandung Purba.
2. Tahap B, tahap effusive. Pada tahap ini bahan letusan
terdiri dari aliran lava.
3. Tahap C, tahap pembentukan gunung yang sekarang.
Morfologi Morfologi gunungapi ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi
utama yaitu : o Kerucut strato aktif. o Lereng tengah. o Kaki. Kerucut strato
aktif menempati bagian tengah kaldera Sunda. Kawah-kawah gunungapi ini
membentang dengan arah barat-timur.
Beberapa kawah terletak di daerah puncak dan beberapa lainnya
terletak di lereng timur. Kerucut strato aktif ini tersusun dari selang-seling
lava dan piroklastik dan di bagian puncak endapan freatik. Pola radier dengan
bentuk lembah V, beberapa air terjun yang sangat umum ditemukan pada satuan
morfologi ini. Morfologi lereng tengah meliputi lereng timurlaut, selatan dan
tenggara gunungapi ini.
Batuannya terdiri atas endapan piroklastik yang sangat tebal
dan lava yang biasanya tersingkap di lembah-lembah sungai yang dalam dengan
pola aliran sungai paralel dan semi memancar (semi radier). Lereng selatan dan
tenggara terpotong oleh sesar Lembang, yang berarah timur-barat. Kaki selatan
menempati bagian lereng tenggara dan selatan, yang terletak pada ketinggian
antara 1200 m hingga 800 m dan antara 1000 hingga 600 m di atas permukaan laut.
Lereng timurlaut
mempunyai pusat-pusat erupsi parasit seperti G. malang, G. Cinta dan G.
Palasari. Aliran-aliran lava dan skoria berwarna kemerahan yang menempati
sebagian besar daerah kaki ini adalah berasal dari pusat-pusat erupsi ini. Pola
aliran sungai yang berkembang di daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah
U yang melewati batuan keras. Lereng selatan terletak antara sesar Lembang dan
dataran tinggi Bandung di selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk oleh
batuan piroklastik dan endapan lahar, sedangkan lava ditemukan di dasar sungai.
Pola aliran sungai yang berkembang di dalam satuan morfologi ini adalah
paralel.
Stehn (1929) meneliti tentang urutan pembentukan tiap kawah
di gunung ini. Dia menyimpulkan bahwa kawah tertua (I) adalah kawah
Pangguyangan Badak, telah hancur karena letusan pembentukan kawah kedua atau
kawah Upas (II), sehingga yang tampak sekarang dari Kawah Pangguyangan Badak
hanyalah pinggiran kawahnya saja. Secara periodik letusan terjadi kembali, yang
akhirnya menghancurkan Kawah Upas menjadi Kawah Upas yang selanjutnya (III).
Setelah itu, pusat letusan bergerak menghancurkan kawah I, kawah II, kawah III
di bagia timur sehingga terbentuklah Kawah Ratu (IV). Letusan berikutnya
terjadi di dasar kawah III dan menghasilkan Kawah Upas (V). Kemudian terjadi
lagi perpindahan pusat letusan dari arah barat ke timur dan terbentuklah Kawah
Ratu (VI). Letusan berikutnya terjadi di lereng sebelah timur, sebagai letusan
lereng menghasilkan Kawah Jurig (X), Kawah Domas, Kawah Badak, Kawah Jarian
(XI), dan Kawah Siluman (XII).
Aktivitas letusan kemudian bergerak ke arah barat di tahun
1896 terjadi letusan di bagian bawah Kawah Upas (II) membentuk Kawah Baru
(VII). Di tahun 1910 aktivitas berikutnya ke arah timur. Di bagian bawah Kawah
Ratu (VIII). Pada tahun 1926 terjadi hal yang sama, menghasilkan kawah yang
lebih kecil ukuranya, dinamakan Kawah Ecoma (IX). Pada tangaal 1 Mei 1960
aktivitas letusan membentuk lubang di dasar Kawah Ratu, Kawah (XIII).
Pusat letusan yang selalu berpindah sepanjang 1100 m
mengakibatkan proses penghancuran pada kawah terdahulu hanya berupa pinggiran
kawah saja. Akhirnya pergerakan pusat letusan dari Kawah Pangguyangan Badak ke
Kawah Ratu menghasilkan bentuk puncak gunung Tangkuban Perahu menjadi tidak
lancip melainkan berbentuk seperti perahu terbalik.
by : Panji Yudistira
0 komentar: