KHALID bin Walid kembali diuji dengan pemecatannya yang
kedua. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 17 H.[1] Saat itu beliau sedang
berada di Qinsirin.
Amirul Mukminin mengetahui bahwa Khalid bin Walid dan Iyadh
bin Ghanam melakukan penyerangan terhadap Romawi sampai masuk jauh ke dalam
wilayah mereka. Pasukan keduanya membawa harta rampasan perang yang banyak.
Setelah itu orang-orang dari berbagai wilayah Syam datang
untuk meminta harta rampasan kepada Khalid bin Walid, di antaranya Asy’ats bin
Qais Al-Kindi. Khalid bin Walid memberikan kepadanya 10.000 dirham, dan hal ini
diketahui oleh Amirul Mukminin.[2]
Mengetahui peristiwa itu, Umar Al-faruq menulis surat kepada
Abu Ubaidah, panglima angkatan bersenjata di Syam. Dia meminta Abu Ubaidah agar
memeriksa Khalid bin Walid tentang sumber harta yang ia berikan kepada Asy’ats.
Umar kemudian memberhentikan Khalid bin Walid dari jabatan militer untuk
selamanya.
Khalid bin Walid diminta datang ke Madinah untuk melakukan
pemeriksaan. Ia diperiksa dihadapan Abu Ubaidah. Abu Ubaidah menyerahkan urusan
pemeriksaan terhadap kurir Khalifah. Sementara kurir khalifah menyerahkan
urusan pemeriksaan kepada mantan budak Abu Bakar.
Selesai pemeriksaan terbukti bahwa Khalid bin Walid tidak
melakukan suatu kesalahan. Pemberian uang sebanyak 10.000 dirham dari harta
rampasan perang terhadap Asy’ats yang dilakukannya sudah sesuai dengan
prosedur.[3]
Seusai pemecatannya, Khalid bin Walid berpamitan kepada
penduduk Syam. Dan yang cukup berat baginya adalah perpisahan antara komandan
perang dengan pasukannya. Di Hadapan
orang-orang dia berkata:
Sesungguhnya Amirul Mukminin telah menugaskanku menjadi komandan
perang di Syam dan memecatku ketika datang musim panen gandum dan madu.
Kemudian ada seorang lelaki yang bangkit dan berkata
kepadanya, “Sabarlah wahai komandan. Sesungguhnya jabatan adalah cobaan.”
Khalid bin Walid menjawab, “Selagi Umar bin Al-Khattab masih
hidup, saya tidak akan memangku jabatan lagi.[4]
Betapa sikap Khalid bin Walid ini merupakan buah dari
keimanan yang kuat. Kekuatan spiritual apa yang mengendalikan diri Khalid bin
Walid pada situasi yang demikian kompleks? Dari mana datangnya petunjuk kepada
Khalid bin Walid sehingga dia dapat memberikan jawaban yang tenang dan penuh
hikmah.[5]
Orang-orang pun tenang setelah mendengar jawaban Khalid bin
Walid yang berisi tentang dukungannya kepada kebijaksanaan Amirul Mukminin Umar
bin Al Khattab.
Dengan demikian, mereka mengetahui bahwa komandan mereka
yang dipecat bukanlah termasuk dari orang-orang yang mengharap singgasana
kebesarannya di atas kekacauan dan revolusi. Dia termasuk orang yang berpikiran
untuk menjaga persatuan umat.
Khalid kemudian berangkat ke Madinah menemui Amirul
Mukminin. Amiril Mukminin berkata, “Wahai Khalid, sesungguhnya engkau di sisiku
sangatlah mulia dan engkau adalah kekasihku.” Umar juga menulis surat yang
dikirimkan ke berbagai wilayah sbb:
Sesungguhnya aku memecat Khalid bin Walid bukan karena aku
benci kepadanya atau dia berkhianat. Akan tetapi orang-orang terlalu
menghormatinya. Saya khawatir mereka akan menggantungkan kemenangan dalam medan
pertempuran terhadap dirinya. Saya juga berharap mereka mengetahui bahwa Allah
lah yang memberikan kemenangan. Saya juga berharap supaya mereka tidak tergoda
dengan kehidupan dunia.[6]
[1] Al-Aqqad, Abqariyatu Umar, hal.154-156.
[2] Tarikh Ath-Thabari, jilid V, hal. 41.
[3] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 324.
[4] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 247 dan Al Kamil fi At-tarikh, jilid II, hal. 165.
[5] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 247.
[6] Tarikh Al-madinah, jilid V halam 43.
Diringkas dari Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Umar bin Khattab, Pustaka Al-Kautsar 2013
0 komentar: