Mata Air itu Jernih dan Bersih > Kultur itu Kearifan dan Kebijaksanaan > Spiritual itu Damai dan Hening >


Sebuah Kisah : ( Episode 2 ) Jelang Kematian dan Sesudah Kematian si Didi

ad+1

Orang Yang Disebut Gila Itu
Memberi si Ujang Pelajaran Yang Mahal
(Episode 2 : Jelang Kematian dan Sesudah Kematian si Didi).




Hari itu si Ujang lupa tepatnya kapan, si Didi yang disebut warga sekitar sebagai orang gila, jatuh sakit. Sekilas si Ujang melihat dia lewat, seperti biasa harum bau badannya yang sangat menyengat karena jarang mandi dan kantong plastik besar yang berisi uang menjadi khasnya. Tapi ada yang tidak biasa dari yang si Ujang lihat, dia(Didi) terlihat amat kurus dari biasanya.

Usut punya usut si Ujang iseng tanya sama warga sekitar, dan mendapat informasi si Didi sedang sakit. Waktupun berlalu, tersiar kabar sakitnya si Didi semakin parah, sampai dia sudah tidak ada tenaga lagi untuk bangun ditempat halaman rumah kosong yang biasa dia gunakan untuk tidur dan istirahat. Keluarga yang dekat yang masih ada dari warga sekitar, yang tadinya acuh tak acuh, akhirnya mendatangi tempat dia berada, membawa makanan, minuman dan obat seperlunya.

Si Ujangpun akhirnya penasaran ingin melihat langsung kondisi sebenarnya si Didi seperti apa dari jarak jauh, soalnya belum lama si Ujang melihat dia masih bisa berjalan meski dengan badan yang sangat kurus. Saat melihat sungguh betapa gemetar hati ini, kasihan melihat si Didi sudah tidak berdaya dengan kondisi badannya yang lemah serta kurus sekali. Memang dia masih sadar dan masih bisa berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya, sekedar untuk minta minum dengan sedotan, sementara makanan dan obat-obatan yang dibawa tidak dimakan.

Terbesit hati si Ujang ingin mendekati si Didi lebih dekat lagi, tapi apadaya si Ujang langsung mau muntah dan pergi dari tempat itu, karena tidak tahan dengan bau yang sangat menyengat sekali dari tempat si Didi yang berbau dari buang air kecilnya dan harum badannya si Didi bersatu ditempat itu. 

Kumpulah para tokoh masyarakat Rt,Rw dan lainnya sore harinya untuk berembug/musyawarah tindakan apa yang meski dilakukan untuk si Didi. Sampai akhirnya didapat satu kesepakatan hasil musyawarah bahwa si Didi akan diserahkan ke Dinas Sosial pemerintah yang akan datang ke Esokan harinya. Untuk sementara waktu menunggu petugas Dinas Sosial datang, biar keluarga terdekat yang mengurusnya selama dia sakit.

Si Ujang saat itu sesudah ikut berembug dan mendengarkan ada rasa kasihan dan bertanya dalam hati "kenapa tidak dirawat saja oleh keluarganya yang masih ada di bawa kerumahnya!!" , pertanyaan itupun berlalu dengan perasaan tak menentu. Si Ujang pun pergi dengan urusan aktifitasnya sorenya, karena pikir si Ujang ada keluarganya yang mengurus. Sampai akhirnya sebelum waktu Isya, saat si Ujang mau jalan beribadah, dia dimintai pertolongan oleh tetangga yang rumahnya dekat rumah kosong yang ditempati si Didi untuk melihat kondisi si Didi saat itu yang sepenglihatan tetangga itu, si Didi badannya sudah kaku. 

Begitu si Ujang datangi tempat itu, ternyata keluarga yang tadi menungguinya sedang tidak ada karena ibadah magrib. Hanya ada beberapa warga yang melihat tapi tidak ada yang berani mendekati, karena mungkin takut, dan sangat berbau sekali utamanya. Saat itu yang ada dibenaknya si Ujang, dia harus berbuat sesuatu, meski tadi sorenya saat dia masih hidup, dia mau muntah tidak berani mendekati karena baunya yang sangat menyengat kehidung.

Dengan mengucapkan Bismillah, si Ujang sendiri mendekati si Didi dengan menutup hidungku pakai tangan kiri, dan tangan kanannya untuk memeriksa denyut nadinya si Didi yang terbujur kaku, dari situ dia menyimpulkan kalau si Didi sudah meninggal dunia. Badannya yang tadi agak tertelungkup dia geletakkan sesuai dengan selayaknya orang meninggal, termasuk tangannya dia posisikan selayaknya shalat. 

Disitu si Ujang minta tolong kewarga yang ada disekitar untuk mengambilkan kain sarung guna menutupi badan si Didi yang sudah meninggal, sekaligus tolong kasih tau keluarga dan warga sekitar si Didi sudah meninggal dunia. Selepas kain sarungnya datang, dia potong dua, agar menutupi seluruh badannya si Didi, dan uang si Didi sekantong plastik besar diserahan kekeluarga terdekat untuk dihitung. Sesudah itu si Ujang pamit sebentar untuk menemui istri dan anaknya beberapa waktu.

Sesudah itu si Ujang datangi lagi tempatnya si Didi meninggal tadi, apa yang terjadi ?, ternyata yang dia lihat  si Didi masih dibiarkan di halaman rumah kosong itu, sepertinya pada kebingungan dimulai dari keluarganya, tokoh-tokoh masyarakatnya, dan warga sekitar. Yang si Ujang tangkap dari mereka mau diapakan mayat si Didi yang sangat harumnya sangat menyengat hidung ini !!!. Memperhatikan hal itu tanpa pikir panjang si Ujang langsung mengomandoi tanpa kata, tapi dengan tindakan.

Si Ujang menemui sodaranya yang Ustad untuk bergerak tanpa perlu menunggu perintah, karena saat itu keluarganya sendiri kebingungan harus bagaimana, apalagi yang lain termasuk pak RT setempat. Dengan komando tindakan bukan ucapan, si Ujang dan sodaranya memulai dengan mengangkat mayat si Didi ke kain baru untuk mudah diangkat ke tandu, dia minta tolong agar ada yang membawa tandu khusus mayat dari Masjid ke sini(tempat meninggalnya si Didi). 

Setelah ditunggu agak lama ternyata tandu tak kunjung datang,  ternyata setelah si Ujang perhatikan yang ada masih saling bingung dan saling mengandalkan yang membuat tandu tak kunjung dibawa. Akhirnya si Ujang dan sodaranya mengambil inisiatif untuk mengambil langsung ke Masjid, diperjalanan ke Masjid ada anak muda seperti menyepelekan, bilang "Buat si Didi bukan aa? ( sambil ketawa2 )", mungkin mereka pikir si Didi itu orang gila, jadi tidak perlu diperlakukan selayaknya manusia biasa pada umumnya. Lalu si Ujang menjawab ke pemuda itu "ini untuk kemanusiaan (dengan nada lemah lembut tapi tegas)" . Dia dan saudaranya pun berlalu mengambil tandu buat mayat yang disimpan digudang Masjid. 

Rupanya ada satu tokoh warga yang melihat dan sadar melihat apa yang si Ujang dan saudaranya lakukan. Beliau (Tokoh Itu) tanpa diperintah siapapun langsung mengomandoi urusan tempat kuburan/liang lahat untuk si Didi, bagi-bagi tugas, biar urusan si mayat seperti memandikan, mengkafani dan lainnya diurus si Ujang, sodaranya, dan dari DKM.  

Alhamdulillah akhirnya dengan sendirinya semua bergerak tanpa diperintah, ibu-ibunya bergerak menyiapkan masker, kain kafan , sabun cuci dan lainnya untuk keperluan yang memandikan dan simayat, bahkan anak-anak muda yang menyepelekan tadi bergerak menyiapkan tempat pemandiannya si mayat, warga lainnya menyiapkan lampunya, listriknya, airnya untuk pemandian simayat, bahkan sampai si Ujang dan saudaranya selesai memandikan dan mengkafani si mayat, anak-anak muda mencuci dengan bersih tempat halaman rumah kosong yang tadinya ditempati almarhum menjadi bersih kembali dan wangi sekali, sampai tempat mandi simayat pun dibersihkan.

Sampai akhirnya simayat siap-siap untuk dishalatkan dan selanjutnya dikuburkan selayaknya manusia ciptaan Sang Pencipta. Dalam diri si Ujang saat itu tidak terbesit apa-apa, tidak ingin apa-apa, apalagi ingin di puji atas apa yang dia lakukan, karena saat itu yang terlintas hanya bagaimanapun si mayat meski dia orang gila dan harum badannya menyengat dihidung, layak diperlakukan sama dengan makhluk ciptaanNya yang lain dan harus segera di urus mayatnya. Kalaupun misalnya tidak segera di urus jenasahnya, dengan sendirinya dalam pikir si Ujang akan menimbulkan efek yang lainnya ke warga sekitar. Makanya si mayat harus segera di urus sebelum menimbulkan efek yang lain dan untuk kebaikan bersama utamanya.

Si Didi pun sudah dikebumikan dengan penuh khidmat selayaknya orang biasa meninggal, yang mengantar jenasahnya pun lumayan banyak, meski malam hari. Semua pada akhirnya melakukan dengan penuh ketulusan, demi kemanusiaan, dan demi kebaikan bersama. 

Itulah sepenggal kisah yang pernah si Ujang alami sendiri, semoga kita yang masih hidup dapat memetik sebuah pelajaran mahal dari Almarhum Didi, terlepas dia itu mendapat cap sebagai orang gila di kampung. Dari dia mandiri selama hidup untuk urusan perut, sampai dia meninggal dunia pun dia tidak merepotkan, malah almarhum bisa memberi upah para penggali kubur dan sebagian besar sisanya disedekahkan untuk masjid dan yang membutuhkan, dari uangnya yang masih banyak dikantong plastik besarnya. Yang membuat terenyuh, almarhum tidak menyusahkan keluarganya selama dia masih hidup maupun sesudah almarhum meninggal. 

Sementara si Ujang sendiri sudah dari awal meniatkan pengalaman ini kebentuk tulisan bukan untuk memamerkan apa yang telah dia lakukan, tapi di niatkan untuk Sang Pencipta agar memberikan rahmatNya, dan agar bisa diambil hikmahnya oleh semuanya terutama yang baca kisah ini.. 

Semoga si Didi saat dia masih normal hidupnya, ada cahaya iman kepada Sang Pencipta yang menciptakan dia, yang semoga dapat menolongnya disana. 





0 komentar:

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com