Mata Air itu Jernih dan Bersih > Kultur itu Kearifan dan Kebijaksanaan > Spiritual itu Damai dan Hening >


Sebuah Kisah : Bertemu Kiai Yang Membumi (Episode 2)

ad+1

Hari Itu dan Pertemuan si Ujang Dengan Pengurut Cimande Yang Menurutnya Beliau Kiai Yang Membumi
(Episode 2).




Karena kondisi si Ujang sudah sadar sekali, akhirnya dia di ijinkan pulang oleh dokter, untuk selanjutnya dibawa kerumah untuk berobat jalan serta untuk di urut Cimande. Istrinya setelah dia tanya hanya luka ringan, terbentur dagunya, dan kakinya agak sedikit terkilir, yang pasti dia bersyukur karena istrinya tidak seberat yang dia alami. 

Sesampainya dirumah, si Ujang disambut dengan kursi roda, bekas almarhum neneknya. Dia sudah tidak memiliki ayah, jadi Ibunya yang menyambutnya dengan wajah sedih tapi bahagia, sedih karena melihat kondisinya, bahagia karena melihat dia masih hidup. Lepas mau turun dari kursi roda, tiba-tiba pandangannya yang tadinya masih jelas melihat ibunya, saudara-saudarnya, teman-temannya dan tetangga-tetangganya menjadi gelap lalu terjatuhlah. Ternyata dia pingsan, sesudah siuman/sadar istrinya yang bilang tadi dia pingsan sebentar. 

Tidak lama setelah itu, datanglah dua orang tua yang si Ujang tidak begitu kenal, tampangnya berkharisma, bicaranya lembut khas Sunda. Mereka diperkenalkan oleh pamannya yang katanya ini gurunya di Cimande, sebut aja yang satu Abah Karta, yang satu Abah Eumpak. Tidak tanggung-tanggung langsung dua dokter urut datang dan mereka ternyata saling kenal bahkan satu guru yang dia dengar dari obrolan mereka. Tidak taunya ada sedikit masalah teknis, jadi karena mungkin agak paniknya saudara-saudara melihat si Ujang, dihubungi lah dua-duanya, dan akhirnya dua-duanya berbarengan datangnya. Namun setelah dikomunikasikan oleh pamannya, dan melihat kondisinya si Ujang, Abah Karta sepakat untuk menyerahkan urusan tangannya yang patah ke Abah Eumpak, dasarnya rumah Abah Eumpak lebih dekat dibandingkan beliau(Abah Karta) yang datang langsung dari Cimande.  

Singkat cerita, si Ujang dipegang(diurut) oleh Abah Eumpak kurang lebih 3 bulan lewat, dengan tahapan tahapannya tentunya. Jadi  yang dia pikir pertama kali, dikiranya yang ngurut bakal langsung mengurut tanpa ampun tangannya yang patah, ternyata tidak, ada tahapannya, jadi tidak seseram yang dia pikir. 

Tahap pertama yang dia ingat yaitu beliau menanyakan dulu kejadiannya seperti apa, terus melihat sebentar tangannya. Kakanya Ujang bilang "ini ada hasil ronsennya bah, mau lihat?" , si Abah bilang "engga perlu, nanti aja liatnya, sekarang sebentar kita runut dulu tulang sama uratnya". Mendengar ucapan si Abah itu, tiba-tiba denyut jantungnya si Ujang langsung berdebar keras saking takutnya, kaka-kakanya dan lainnya yang tidak berani melihat langsung pada keluar rumah, alasannya satu yaitu ngeri melihatnya. Si Ujang diberi gumpalan kain untuk dia gigit apabila terasa sakit, jadi agar lidahnya tidak tergigit. Hanya itungan berapa menit, urutan pertama itu benar-benar luar biasa dahsyatnya takutnya, sampai-sampai dia tidak merasakan apa-apa, soalnya saat itu si Ujang berteriak sekeras-kerasnya sebagai pengalih perhatian menurutnya, dan itu lumayan berhasil, akhirnya tahap pertama sudah kulewati. Selanjutnya tangannya yang kanan diberi papan atas sama bawah, lalu diperban dan diikat secara rapih selayaknya orang patah tulang. Sementara tangan kirinya yang pergelangan tangannya belok ke arah kanan, sudah normal kembali seketika.

Tahapan selanjutnya adalah tahapan ringan, tiap tahapan kurang lebih 30-60 menit, tahapan ringan maksudnya mengurut secara halus dan perlahan tapi tepat ke uratnya, yang berfungsi untuk meluruskan urat-urat yang masih belum normal atau bahasa urutnya urat meringkel.

Dalam tiap tahapan atau pertemuan mengurut, disitulah lambat laun si Ujang mengenal Abah Eumpak. Ternyata setelah dia perhatikan setiap kali ngobrol, beliau sangat dalam sekali dalam beragama, pemahamannya begitu dewasa sekali dalam memaknai ajaran Tauhid.

Beliau menceritakan "sekarang kebanyan di Cimande sudah tidak seperti dulu, sekarang disana sudah seperti rumah sakit patah tulang, cara pembayarannya pun banyak yang di patok segini-segini, sudah tidak seperti dulu" ujar beliau bercerita, sementara beliau mengobati pasien-pasien patah tulang tidak pernah mematok harga atau bahasanya seikhlasnya, dan hasilnya beliau tidak pernah sepi pasiennya.  Menurut beliau selama kita niatnya menolong orang lain yang sedang kesusahan dengan penuh keyakinan niatnya karena Pemilik Alam Semesta Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan sendirinya pertolongan Sang Pencipta itu akan datang sendirinya untuk kita, soalnya yang penting dalam hidup itu semua tercukupi saja sudah cukup (hidup dengan kesederhanaan maksud beliau), buktinya anak-anaknya bisa sekolah, setiap hari bisa makan dan lainnya, yang kuncinya kata beliau jangan berlebihan dalam hal apapun.

Pernah suatu waktu beliau menyampaikan yang menurut si Ujang itu cara memandang makna Tauhid secara dalam, dewasa, tapi sederhana,. Beliau berkata "sekarang ini masjid banyak, sebenarnya bukan perkara seberapa banyak tempat ibadah itu dibangun, yang penting itu siapa yang mengisi tempat ibadah itu, dan apa hasil nyata untuk hidup keseharian ketika keluar dari tempat ibadah itu. Percuma kalau dibanyakin tempat ibadah tapi tidak ada yang banyak mengisinya, apalagi kalau hanya untuk saling menyesatkan dan mengkafirkan antar sesama makhluk ciptaan Tuhan. Jadi, untuk apa tempat ibadah yang dipakai itu, ketika keluar dari tempat ibadah hanya untuk merasa diri ini yang paling benar dan diri ini yang paling layak masuk surga yang lain tidak, padahal itu bukan wilayah kita sebagai makhluk yang lemah, itu merupakan wilayah Sang Pencipta Tuhan yang maha Esa. Hakikatnya ibadah itu adalah seberapa besar orang melihat budi pekerti(akhlakul karimah) kita ketika keluar dari tempat ibadah dan seberapa besar manfaat kita untuk orang lain seAgama dan seBangsa, sebisa apa yang kita lakukan untuk kebaikan bersama." begitu kurang lebihnya yang si Ujang Ingat.

Ada satu hal lagi, beliau dalam mengobati pasiennya sedari awal selalu wewanti-wanti atau memperingatkan, bahwa segala kesembuhan itu datangnya dari atas ijin Sang Pencipta bukan dari dirinya. Beliau hanya sebagai perantara mengobati patah tulang, baik dengan mengurut atau menggunakan minyak Cimande.

Itu baru beberapa hal yang si Ujang ingat dari Abah Eumpak, sebenarnya masih banyak lagi ketika setiap tahapan atau pertemuan untuk mengurut tangannya, selalu terjadi diskusi yang dalam dan hangat tentang makna Ketauhidan dan Kehidupan. Tapi beberapa cerita Abah Eumpak diatas tadi, sudah cukup mewakili betapa dalamnya beliau memaknai keyakinan dan kehidupan dengan penuh kedewasaan yang mendalam serta membumi. Makanya si Ujang menyebutnya beliau adalah Kiai , tapi beliau sendiri tidak mau disebut Kiai, beliau lebih menikmati apa yang beliau lakukan sekarang sampai akhir hayatnya.

Kejadian itu sudah lama berlalu, sekarang tangan si Ujang berkat ijin Sang Pencipta, yang patah total sudah normal kembali. Si Ujang berharap agar bisa menjaga silaturahim dengan Abah Eumpak, yang lewat sareatnya diurut Cimande oleh beliau.

Bagi si Ujang ini episode takdir kehidupan yang syarat sekali makna hikmah yang bisa diambil olehnya, baginya ini garisan kehidupan yang sudah diberikan Tuhan Yang Maha Esa, yang pernah dilewatinya. Harapannya semoga Sang Pencipta memberikan semuanya perlindungan, rahmat dan ampunanNya sampai ajal akan menjemput semuanya satu persatu termasuk dirinya.   
   

0 komentar:

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com