Jumat, 26 Februari 2016

Betapa cintanya penghormatan Sahabat Abu Bakar r.a. kepada Nabi s.a.w. saat digua Tsaur


"Innallaha wa malaikatahu yusholluna 'alan nabi. Ya ayyuhalladziina amanu shollu 'alaihi wa salamu taslima" [Al-Ahzab: 56].


Saat itu hasil rapat kepala-kepala dan ketua-ketua kaum Musrikin Quraisy telah menyetujui dengan suara bulat untuk membunuh Nabi s.a.w dibawah pimpinan rapat saat itu yaitu Abu Jahal.

Pada hari adanya rapat dan keputusan tersebut itu ALLAH menurunkan wahyu kepada Nabi s.a.w yang bunyinya :

"Dan ketika orang-orang yang tidak percaya sama berdaya-upaya atas engkau (Muhammad), karena mereka hendak melukai engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau, dan mereka sungguh berdaya-upaya; adapun ALLAH itu sebaik-baik yang berdaya-upaya."
(AL-Quran surat Al Anfal ayat 30).

Sesudah Jibril menyampaikan wahyu tersebut berkata kepada Nabi s.a.w. :
'Allah menyuruh engkau supaya berangkat hijrah ke Madinah" "Hai Rasulullah! Janganlah engkau tidur malam ini diatas tempat tidur engkau yang engkau telah biasa tidur diatasnya; dan sesungguhnya ALLAH mneyuruh engkau supaya berangkat hijrah ke Madinah.'

Dinyatakan pula oleh malaikat Jibril bahwa untuk kawan perjalanan hijrah beliau tersebut ialah sahabat Abu Bakar ash-Shidiq r.a.

Lalu sahabat Abu Bakar r.a.menangis, dari sebab sukacitanya; sebab memang telah berbulan-bulan ia selalu mengharap-harap supaya lekas di izinkan oleh ALLAH untuk berhijrah dari Makkah. Kemudian dia berkata : "Ya Rasulullah! Ambilah salah satu dari kedua ekor unta saya guna kendaraan tuan."

Nabi memeilih unta yang terbaik kepunyaan Abu Bakar, yang baru dibelinya, dan unta itu disebut dengan nama "AL-Qushwa."

Singkat cerita Nabi s.a.w. berangkat duluan dengan pertolongan ALLAH selamat dari rencana pembunuhan itu, disusul sahabat Abu Bakar, bertemulah mereka ditengah jalan, mereka lalu berjalan bersama-sama menuju gunung Tsaur untuk bersembunyi sementara sebelum ke Madinah.

Sementara ditempat tidur Nabi s.a.w. sudah digantikan oleh Sahabat Ali r.a.yang berakhir dengan kegagalan membunuh Nabi s.a.w. Meski sahabat Ali r.a. sempat dianiaya oleh mereka (serombongan pemuda-pemuda Quraisy yang telah dipilih untuk membunuh Nabi), tapi tidak memberi tahu keberadaan Nabi s.a.w.

Kembali ke perjalanan Nabi s.a.w. dengan sahabat Abu Bakar menuju gunung Tsaur.


Di dalam perjalanan itu sahabat Abu Bakar sebentar berjalan di muka Nabi, sebentar dibelakang beliau, sebentar lagi di kanan, dan sebentar pula di kiri beliau, demikianlah sampai berulang-ulang. Oleh sebab itu Nabi s.a.w. bertanta kepadanya :

"Apakah ini Abu Bakar ? Aku tidak mengerti akan perbuatanmu ini!".

Sahabat Abu Bakar menjawab :
"Ya Rasulullah! Saya ingat akan pengintai, maka saya ada di muka engkau; dan saya ingat akan pencahari, maka saya ada dibelakang engkau; dan sekali saja dikanan engkau;dan sekali dikiri engkau."

Yang dilakukan Sahabat Abu Bakar ini semata-mata ingin melindungi Nabi s.a.w yang di cintainya.

Waktu itu Nabi s.a.w. berjalan kaki dengan kaki telanjang. Dan karena beliau tidak biasa berjalan dengan kaki telanjang, maka dari jauhnya perjalanan malam itu kaki beliau mendapat luka-luka.

Patut diterangkan lebih dulu bahwa gua Tsaur adalah gua yang didalamnya terdapat benyak binatang-binatang liar dan buas, dan sering kali ditempati oleh ular-ular yang berbisa. Hal ini telah umum diketahui oleh orang banyak pada masa itu,sehingga tidak seorangpun berani masuk kedalamnya. Tetapi Nabi s.a.w. beserta sahabat Abu bakar dengan hati berani serta tulus dan karena ALLAH semata-mata memasuki gua itu.

Mereka sampai di gunung Tsaur pada larut malam,di mana-mana gelap gulita dan sunyi-senyap. Lebih dahulu sahabat Abu Bakar masuk ke dalam gua itu, sedang Nabi masih tinggal di luar. Yang demikian itu disebabkan oleh cintanya sahabat Abu Bakar kepada beliau. Di dalam gua itu sababat Abu Bakar membersih-bersihkan dalam gua itu, dengan maksud kalau-kalau di dalamnya ada binatang-binatang liar atau ular-ular yang berbisa agar ia sendirilah yang terkena oleh mereka, dan jangan sampai nanti Nabi s.a.w. yang terkena. Kesemuanya itu timbul dari perasaannya yang suci, bahwa diri Nabi adalah lebih berharga daripada dirinya sendiri.

Inilah suatu contoh bagi kita bahwa diri seorang penuntun atau pemimpin itu ada lebih berharga daripada diri seorang yang dituntun dan dipimpinnya.

Diriwayatkan bahwa ketika sahabat Abu Bakar membersih-bersihkan dalam gua dengan mengambil batu-batu yang ada dalam gua itu satu persatu, maka cara beliau mengambil dan membuangi batu-batu itu adalah dengan lebih dulu mengoyak pakainnya secarik demi secarik. Karena beliau kuatir kalau-kalau yang dipegangnya akan dilemparkannya itu binatang yang berbisa.

Demikianlah sehingga seluruh pakaiannya koyak-koyak. Dan kemudian, setelah pakaiannya habis koyak-koyak sedangkan di dalam gua masih ada batu sedikit besar, maka ia melemparkan batu itu dengan kakinya, dan tiba-tiba kakinya tergigit oleh seekor ular kecil dengan kerasnya, karena ternyata dibawah batu itu ada ular tersebut.

Tetapi pada saat itu ia tetap diam. Selanjutnya setelah ia selesai membersihkan-bersihkan dalam gua itu ia keluar dan mempersilahkan diri Nabi supaya masuk ke dalamnya. Sesudah beliau masuk, disebabkan oleh capainya beliau segera tertidur di atas pangkuan sahabat Abu Bakar r.a.

Setelah beliau tertidur dengan pulasnya, sedang bekas gigitan ular makin terasa sakitnya oleh Abu Bakar, maka ia sampai mencucurkan air-matanya sehingga beberapa tetes air mata menitik ke atas muka Nabi. Dengan terkejut beliau bangun dan berkata :

"Mengapa engkau menangis, hai Abu Bakar?"
ia menjawab : "Dari gigitan ular, ya Rasulullah."
Beliau bertanya : "Oh, mengapa engkau tidak mengatakannya kepadaku ?"
Abu Bakar menjawab : "Saya takut membangunkan engkau."

Setelah terbit fajar Nabi memeriksa bengkaknya Abu Bakar lalu beliau mengusapnya dengan tangan beliau. Seketika itu juga lenyaplah bengkak itu serta sakitnya. Kemudia Nabi melihat pakaian sahabatnya dan bertanya: "Mengapa pakaianmu? " Maka sahabat Abu Bakar menceritakan hala-hal yang sebenarnya.


Mendengar cerita sahabat beliau itu lalu beliau berdo'a kepada ALLAH :

"Ya ALLAH! Jadikanlah Abu Bakar kelak di hari kiamat pada dejarat (pangkat) ku!"





"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi (Muhammad s.a.w). Wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya"

[Al-Ahzab: 56]










Sangkuriang dan Falsafah Sunda (part 2)


Sangkuriang adalah legenda yang berasal dari Jawa Barat. Legenda tersebut berkisah tentang terciptanya danau Bandung, Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang, dan Gunung Bukit Tunggul.

Dari legenda tersebut, kita dapat menentukan sudah berapa lama orang Sunda hidup di dataran tinggi Bandung. Dari legenda tersebut yang didukung dengan fakta geologi, diperkirakan bahwa orang Sunda telah hidup di dataran ini sejak beribu tahun sebelum Masehi.

Legenda Sangkuriang awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai legenda ini ada pada naskah Bujangga Manik yang ditulis pada daun lontar yang berasal dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskah tersebut ditulis bahwa Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran Bujangga Manik atau Ameng Layaran mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan pulau Bali pada akhir abad ke-15.

Setelah melakukan perjalanan panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang sekarang menjadi kota Bandung. Dia menjadi saksi mata yang pertama kali menuliskan nama tempat legendanya. Laporannya adalah sebagai berikut:

Leumpang aing ka baratkeun (Aku berjalan ke arah barat)
Datang ka Bukit Patenggeng (kemudian datang ke Gunung Patenggeng)
Sakakala Sang Kuriang (tempat legenda Sang Kuriang)
Masa dek nyitu Ci tarum (Waktu akan membendung Citarum)
Burung tembey kasiangan (tapi gagal karena kesiangan)

Ringkasan cerita

Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi babi hutan (celeng) bernama celeng Wayung Hyang, sedangkan sang dewa berubah menjadi anjing bernama si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.

Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpa sengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang

Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.

Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah bale-bale. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahan dan janjinya, maka ia pun harus menikahi si Tumang. Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat dan tampan.

Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan, maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak nampak hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri maka si Tumang tidak menurut. Karena kesal Sangkuriang menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panah terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk anak panah. Sangkuriang bingung, lalu karena tak dapat hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang dan mengambil hatinya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka kemarahannya pun memuncak serta-merta kepala Sangkuriang dipukul dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga terluka.

Sangkuriang ketakutan dan lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi yang menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari dan memanggil-manggil Sangkuriang ke hutan memohonnya untuk segera pulang, akan tetapi Sangkuriang telah pergi. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti, sehingga Sangkuriang kini bukan bocah lagi, tetapi telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya, dengan tanda luka di kepalanya, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.

Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus anak buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka merekapun lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di puncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.

Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).

Kesesuaian dengan fakta geologi

Legenda Sangkuriang sesuai dengan fakta geologi terciptanya Danau Bandung dan Gunung Tangkuban Parahu.
Penelitian geologis mutakhir menunjukkan bahwa sisa-sisa danau purba sudah berumur 125 ribu tahun. Danau tersebut mengering 16.000 tahun yang lalu.
Telah terjadi dua letusan Gunung Sunda purba dengan tipe letusan Plinian masing-masing 105.000 dan 55.000-50.000 tahun yang lalu. Letusan plinian kedua telah meruntuhkan kaldera Gunung Sunda purba sehingga menciptakan Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang (disebut juga Gunung Sunda), dan Gunung Bukittunggul.
Adalah sangat mungkin bahwa orang Sunda purba telah menempati dataran tinggi Bandung dan menyaksikan letusan Plinian kedua yang menyapu pemukiman sebelah barat Ci Tarum (utara dan barat laut Bandung) selama periode letusan pada 55.000-50.000 tahun yang lalu saat Gunung Tangkuban Parahu tercipta dari sisa-sisa Gunung Sunda purba. Masa ini adalah masanya Homo sapiens; mereka telah teridentifikasi hidup di Australia selatan pada 62.000 tahun yang lalu, semasa dengan Manusia Jawa (Wajak) sekitar 50.000 tahun yang lalu.

Sangkuriang dan Falsafah Sunda

Menurut Hidayat Suryalaga, legenda atau sasakala Sangkuriang dimaksudkan sebagai cahaya pencerahan (Sungging Perbangkara) bagi siapa pun manusianya (tumbuhan cariang) yang masih bimbang akan keberadaan dirinya dan berkeinginan menemukan jatidiri kemanusiannya (Wayungyang). Hasil yang diperoleh dari pencariannya ini akan melahirkan kata hati (nurani) sebagai kebenaran sejati (Dayang Sumbi, Rarasati). Tetapi bila tidak disertai dengan kehati-hatian dan kesadaran penuh/eling (torompong), maka dirinya akan dikuasai dan digagahi oleh rasa kebimbangan yang terus menerus (digagahi si Tumang) yang akan melahirkan ego-ego yang egoistis, yaitu jiwa yang belum tercerahkan (Sangkuriang). Ketika Sang Nurani termakan lagi oleh kewaswasan (Dayang Sumbi memakan hati si Tumang) maka hilanglah kesadaran yang hakiki. Rasa menyesal yang dialami Sang Nurani dilampiaskan dengan dipukulnya kesombongan rasio Sang Ego (kepala Sangkuriang dipukul). Kesombongannya pula yang memengaruhi “Sang Ego Rasio” untuk menjauhi dan meninggalkan Sang Nurani. Ternyata keangkuhan Sang Ego Rasio yang berlelah-lelah mencari ilmu (kecerdasan intelektual) selama pengembaraannya di dunia (menuju ke arah Timur). Pada akhirnya kembali ke barat yang secara sadar maupun tidak sadar selalu dicari dan dirindukannya yaitu Sang Nurani (Pertemuan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi).

Walau demikian ternyata penyatuan antara Sang Ego Rasio (Sangkuriang) dengan Sang Nurani yang tercerahkan (Dayang Sumbi), tidak semudah yang diperkirakan. Berbekal ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya Sang Ego Rasio (Sangkuriang) harus mampu membuat suatu kehidupan sosial yang dilandasi kasih sayang, interdependency – silih asih-asah dan silih asuh yang humanis harmonis, yaitu satu telaga kehidupan sosial (membuat Talaga Bandung) yang dihuni berbagai kumpulan manusia dengan bermacam ragam perangainya (Citarum). Sementara itu keutuhan jatidirinya pun harus dibentuk pula oleh Sang Ego Rasio sendiri (pembuatan perahu). Keberadaan Sang Ego Rasio itu pun tidak terlepas dari sejarah dirinya, ada pokok yang menjadi asal muasalnya (Bukit Tunggul, pohon sajaratun) sejak dari awal keberada-annya (timur, tempat awal terbit kehidupan). Sang Ego Rasio pun harus pula menunjukkan keberadaan dirinya (tutunggul, penada diri) dan pada akhirnya dia pun akan mempunyai keturunan yang terwujud dalam masyarakat yang akan datangd dan suatu waktu semuanya berakhir ditelan masa menjadi setumpuk tulang-belulang (gunung Burangrang).

Betapa mengenaskan, bila ternyata harapan untuk bersatunya Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani yang tercerahkan (hampir terjadi perkawinan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi), gagal karena keburu hadir sang titik akhir, akhir hayat dikandung badan (boeh rarang atau kain kafan). Akhirnya suratan takdir yang menimpa Sang Ego Rasio hanyalah rasa menyesal yang teramat sangat dan marah kepada “dirinya”. Maka ditendangnya keegoisan rasio dirinya, jadilah seonggok manusia transendental tertelungkup meratapi kemalangan yang menimpa dirinya (Gunung Tangkubanparahu).

Walau demikian lantaran sang Ego Rasio masih merasa penasaran, dikejarnya terus Sang Nurani yang tercerahkan dambaan dirinya (Dayang Sumbi) dengan harapan dapat luluh bersatu antara Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani. Tetapi ternyata Sang Nurani yang tercerahkan hanya menampakkan diri menjadi saksi atas perilaku yang pernah terjadi dan dialami Sang Ego Rasio (bunga Jaksi).

Akhir kisah yaitu ketika datangnya kesadaran berakhirnya kepongahan rasionya (Ujungberung). Dengan kesadarannya pula, dicabut dan dilemparkannya sumbat dominasi keangkuhan rasio (gunung Manglayang). Maka kini terbukalah saluran proses berkomunikasi yang santun dengan siapa pun (Sanghyang Tikoro atau tenggorokan; bahasa Sunda: Hade ku omong goreng ku omong). Dan dengan cermat dijaga benar makanan yang masuk ke dalam mulutnya agar selalu yang halal bersih dan bermanfaat. 

Sumber : Wikipedia

Sangkuriang dan Sejarah Tangkuban Parahu (part 1)

Letusan Tangkuban Parahu Tahun 1910.

Sangkuriang dan dayang sumbi, tokoh legenda sunda yang begitu terlintas di telinga kita maka pikiran kita akan teralih dan teringat suatu gunung yang terletak dikawasan Bandung Utara, Tangkuban Perahu begitu nama gunung tersebut yang di kisahkan menurut legenda dan cerita rakyat gunung ini terbentuk oleh seorang anak mahkota dari seorang ratu yang bernama dayang sumbi, dimana anak tersebut ( sangkuriang ) menendang perahu hingga menangkub ( terbalik ) karena tidak jadi menikahi dayang sumbi yang tidak lain adalah ibu nya sendiri.

Letusan Tangkuban Parahu 1920.

Kini Gunung yang berjarak 30 km dari pusat kota Bandung ini kini telah menjadi objek pariwisata dengan keunggulan kawah – kawah hasil letusannya menjadi andalan objek wisata gunung Tangkuban perahu, gunung yang memiliki ketinggian 2084 mdpl dengan 13 kawah yang tersebar di kawasan puncak gunung Tangkuban Perahu. Secara geologi Gunung Tangkuban Perahu memainkan peranan penting dalam pengembangan tinggi Parahyangan.

Erupsi sangat berkontribusi ke bukit utara Bandung dengan lahar mengalir ke lembah dan menjadi batu, sehingga membentuk bentukan-bentukan yang bagus. Begitu juga aliran lumpur telah membentuk gradient cone semi-circular, yang sekarang merupakan sebuah massa yang terendapkan di lembah kuno di dekat sungai Citarum di Padalarang (18 km barat Bandung ), hal ini menyebabkan terbentuknya sebuah danau yang meliputi seluruh Bandung.

Gunung Tangkuban Perahu telah mengalami beberapa kali letusan, di lihat dari 2 abad terakhir gunung ini meletus di tahun 1829, 1846, 1863, 1887, 1896, 1910, dan yang terakhir terjadi pada tahun 1929. Akibat seringnya gunung ini meletus, sehingga banyak kawah yang terbentuk di sekitarnya, seperti Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jurian, Siluman, serta Paguyuban Badak, pada tahun 1969 pun Tangkuban Perahu mengalami erupsi dengan kategori kecil, dan pada tahun 1992 terjadi erupsi yang cukup besar sehingga Gunung Tangkuban Perahu di tutup selama beberapa hari, karena aktivitas seismic yang luar biasa tinggi dan dikawatirkan terjadi letusan baru.

Di utara lereng gunung merupakan wilayah yang disebut Death Valley, karena sering terakumulasi oleh gas beracun. Dilihat dari sejarah pembentukan dan morfologinya dataran tinggi Bandung ini di kelilingi oleh dua deretan gunung api, juga seluruh dataran Bandung di selimuti oleh bahan – bahan atau material vulkanik, hanya pada dua tempat ditemukan endapan-endapan sedimen yang terbentuk di laut dalam. Bagian tengah merupakan gunungapi itu sendiri, dan bagian sebelah selatan ditemukan dataran tinggi Bandung yang dahulu merupakan sebuah danau besar.

Di dataran tinggi Bandung terdapat andapan-endapan danau seperti pasir, tanah liat, dan sebagainya. Bagian utara dari danau purba ini terdiri dari arus lahar dan tufa gunung Tangkuban Perahu dan di kaki gunungapi yang datar ini terletak kota Bandung, Cimahi, Padalarang.

Jika kita mempelajari bentang alam dari daerah ini, maka akan terlihat beberapa kesatuan morfologi yang oleh Van Bamelen di bagi sebagai berikut :

a. Jalur sebelah utara yang terdiri dari daerah perbukitan sekitar Subang yang diberi nama punggung Tambakan.
b. Sebuah depresi sebelah dalam dari punggung ini.
c. Pegunungan sentral terdiri dari kompleks gunungapi.
d. Dataran tinggi Bandung sebelah selatan dari pegunungan vulkanik.
e. Daerah perbukitan sekitar Cimahi.

Sejarah geologi dataran tinggi Bandung ini di mulai sejak zaman Miosin, pada jaman Miosin ini daerah pesisir utara jawa purba jauh dari daerah pesisir yang sekarang. letaknya berada di daerah Pangalengan, di sebelah utara Pangalengan dahulu merupakan sebuah lautan yang dimana terjadilah sebuah proses pembentukan dan pengendaman berbagai macam batuan sedimen.

Proses pembentukan dan pengendapan in bisa di lihat sangat jelas di daerah Purwakarta, dimana endapan – endapan di daerah tersebut banyak sekali menyisakan endapan tanah liat, batu karang, batu kapur, tufa, dan sebagainya, namun di daerah Bandung sendiri endapan – endapan tersebut hanya bisa di jumpai di beberapa tempat saja, hal ini di sebabkan karena daerah - daerah di Bandung sebagian telah tertupup oleh material vulkanik, Umur endapan ini di tetapkan berdasarkan binatang-binatang purba yang dahulu pernah menenmpati lautan Miosin ini.

Jaman yang tenang ini disusul oleh periode yang revolusioner, dalam periode ini dalam bumi terjadi gerak-gerak melipat dan mengangkat batuan-batuan yang dibentuk menjadi pegunungan yang muncul dari atas permukaan air laut. Periode ini adalah periode pembentukan pegunungan. Pesisir utara Jawa yang tadinya terletak sebelah selatan mulai berpindah keutara dengan kata lain sebagian daratan ditambahkan pada Jawa purba tersebut. Bagian selatan dari daerah Pengalengan diangkat.

Selain dari periode pembentukan pegunungan, bekerja pula kekutan-kekuatan lain dalam bumi, yaitu kekuatan vulkanik yang membentuk gunungapi yang sisanya kini merupakan puncak tajam sekitar Cimahi misalnya gunung Selacau. Batuan-batuan yang terdapat pada gunungapi ini berupa Dasit, batuan lelehan yang mnegandung bahyak SiO2, berbeda dengan batuan yang dihasilkan oleh gunung Tangkuban Perahu kemudian.

Pada jaman kwarter terjadi pembentukan dataran Bandung seperti yang kita kenal sekarang. Sejarah daerah gunungapi ini dapat kita bagi dalam dua periode, Jaman Kwarter Tua dan Jaman Kwarter Muda. Pada awal jaman kwarter tua aktivitas vuklkanik berpindah kesebelah utara, ketempat gunung Tangkuban Perahu sekarang berada.

Pada jaman tersebut gunung Tangkuban Perahu belum lahir, namun yang ada adalah induk dari gunungapi Tangkuban perahu yaitu gunungapi Sunda. Gunungapi Sunda yang baru muncul ini sangat besar, dan menurut rekonstruksi mempunyai panjang sekitar 20 km dan tinggi 3000 mdpl. Kini hanya sisa yang masih tertinggal. Gunungpai ini mempunyai titik parasit seperti gunung Gurangrang, yaitu gunungapi yang lebih tua dari Tangkuban Perahu.

Dapat dipahami jika melihat morfologi kedua gunung tersebut. Gunungapi Tangkuban Perahu masih mempunyai lereng yang licin dengan kata lain erosi belum terlalu lama bekerja sedangkan Burangrang telah banyak terdapat lembah-lembah erosi. Gunungapi parasit lainya yang terdapat pada gunungapi Sunda adalah gunung Palasari, gunung Tunggul. Semua bahan-bahan dari gunungapi tersebut menuju keberbagai arah, terutama menuju ke arah Subang dan ke selatan menuju Bandung.

Setelah beberapa lamanya bekerja, maka gunungapi raksasa meletus dengan hebatnya. Pada letusan ini terbentuk kawah yang ukuranya beberapa kali dari kaldera. Sebagian besar gunungapi Sunda tersebut runtuh. Pada sesar Lembang, sebelah selatan terdapat suatu pegunungan panjang yang lurus memanjang dari timur ke barat. Sesar Lembang adalah sebuah sesar terbesar di daerah ini, yang melintang dari barat ke timur.

Sesar ini terletak atau melalui Lembang dari mana nama sesar ini berasal yang kira-kira 10 km sebelah utara Bandung. Ini adalah sebuah sesar aktif dengan gawir sesar sangat jelas yang menghadap ke utara. Sesar ini yang panjang seluruhnya kira-kira 22 km dapat diamati sebagai suatu garis lurus dari G. Palasari di timur ke barat dekat Cisarua.

Penyelidikan-penyelidikan terdahulu telah menghubungkan bahwa sesar Lembang yang dominannya adalah sesar normal terjadi setelah letusan besar gunung Sunda Purba yang berlangsung pada jaman Kwarter Tua. Setelah letusan gunungapi Sunda, terjadilah gerak naik-turun dalam kerak bumi. Oleh gerakan ini, maka terbentuklah patahan atau sesar Lembang.

Bagian sebelah utara turun sekitar 450 m dibandingkan bagian selatan. Contoh yang jelas dari patahan ini adalah pada bukit Batu dan Batu Gantung. Bukit-bukit ini yang dahulu merupakan satu arus lava, terpotong dan seakan-akan tergantung. Van Bammelen bersintesa tentang daerah ini menganggap bahwa gerak yang terjadi bukan merupakan suatu gerak vertikal namun suatu gerak lengseran yang mengakibatkan pengerutan sedimen sebelah utara, sehingga membentuk punggung Tambakan. Setelah pembentukan patahan Lembang, gunung Tangkuban Perahu mulai terbetuk pada jaman Kwarter muda. Terjadi erupsi yang hebat dalam bentuk tufa-slak.

Hasil pertama dari gunung api tersebut adalah efflata (bahan-bahan lepas). Sebelah utara arus slak ini menuju ke arah Segalaherang dan sebelah selatan menuju Bandung. Material yang keluar mengisi depresi Lembang. Material yang keluar mencari celah menuju ke arah selatan melalui celah-celah pada dinding patahan. Arus lahar yang mengalir sebelah barat tak menemui halangan yang berarti, karena dinding patahan tak terlalu tinggi, sehingga mulailah bagian ini di banjiri oleh bahan-bahan material Tangkuban Perahu ke arah Cimahi dan Padalarang.

Jalanya sungai Citarum pada saat itu berbeda dengan sekarang. Sungai ini mengalir kira-kira ke sebelah utara Cimahi dan berbelok ke arah Padalarang dan melalui lembah dimana sekarang terdapat sungai Cimeta. Lembah purba sungai Citarum masih dapat dikenal dari dalamnya dan lebar lembah yang di gunakan Cimeta tersebut. Sedangkan sungai Cimeta sendiri kecil dibandingkan dengan lembahnya. Arus lahar mengalir sebelah barat dari gunungapi Tangkuban Perahu, membendung sungai Citarum sehingga terjadilah danau Bandung.

Selama erupsi besar Tangkuban Perahu daerah ini telah di huni manusia. Sungai Citarum dibendung oleh arus tufa breksi dilembah yang sempit dan besar kemungkinan pembendungan ini terjadi dalam waktu yang singkat. Disekitar Palasari ditemukan material dari batuan dengan umur diperkirakan neolitikum. Material batuan obsidian ditemukan juga disekitar gunung Malabar dan Dago dan umurnya ditaksir sekitar 3000-6000 tahun.

Yang mengherankan adalah material demikian pada tempat lain tidak diketemukan. Besar kemungkinan hal ini disebabkan oleh penimbunan debu dan bahan material Tangkuban Perahu di daerah tersebut. Sungai Citarum tak lama kemudian terdapat batu gamping di barat Padalarang. Dengan demikian keringlah danau Bandung. Endapan-endapan danau ini merupakan tanah yang subur.

Setelah letusan tersebut, terjadi gerak-gerak dalam bumi yang membentuk patahan. Oleh pembentukan patahan dalam gunung berapi ini maka keluarlah lava. Erupsi yang menghasilkan lava tersebut merupakan erupsi B dari gunungapi Tangkuban Perahu. Disebelah utara aktivitas lava ni besar, yang keluar sewaktu letusan gunung Cinta, gunung Malang, dan sebagainya.

Oleh pergantian bahan efflata dan lava maka gunungapi Tangkuban Perahu merupakan gunungapi berlapis, karakteristik untuk Indonesia yang disebut gunung strato. Lava erupsi B susunanya basalt, berbeda dengan material gunung Sunda dan Burangrang yang bersusunan andesit (augit-hypersteen andesit). Lava yang mengalir sewaktu erupsi B telah menyebabkan pembentukan air terjun Dago dan juga merupakan basis dari komleks sumber-sumber air misalnya di Ciliang.

Hasil letusan yang telah lapuk ini juga menyuburkan tanah di sekitar. Sesudah itu terjadi letusan-letusan yang menghasilkan material lepas yang merupakan erupsi C namun tak sehebat erupsi A. Letusan berganti-ganti keluar dari tigabelas kepundan yang menyebabkan bentuk mendatar dari puncak Tangkuban Perahu.
Gunung api Tangkuban Perahu terjadi perpindahan aktivitas pipa kepundan dari arah barat ke timur. Erupsi pertama (A) Gunung Api Tangkuban Perahu sangat hebat, material yang dikeluarkan sangat banyak sehingga dengan cara demikian mengakibatkan terbentuknya dataran tinggi Bandung.

Menurut penelitian seorang ahli geologi Belanda, Van Bammelen, di tahun 1934, riwayat letusan gunungapi Tangkuban Perahu dapat di bagi menjadi tiga periode berdasarkan coraknya, yaitu :

1. Tahap A, tahap explosive. Selama tahap ini dikeluarkan berbagai bahan letusan yang terdiri atas segala ukuran, sehingga menutupi permukaan sekitarnya dan dihanyutkan sebagai lahar atau lumpur gunungapi. Saat itu di duga bahan letusanya menutupi aliran Sungai Citarum Purba sehingga airnya menggenangi cekungan Bandung dan terjadilah Danau Bandung Purba.
2. Tahap B, tahap effusive. Pada tahap ini bahan letusan terdiri dari aliran lava.
3. Tahap C, tahap pembentukan gunung yang sekarang. Morfologi Morfologi gunungapi ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi utama yaitu : o Kerucut strato aktif. o Lereng tengah. o Kaki. Kerucut strato aktif menempati bagian tengah kaldera Sunda. Kawah-kawah gunungapi ini membentang dengan arah barat-timur.

Beberapa kawah terletak di daerah puncak dan beberapa lainnya terletak di lereng timur. Kerucut strato aktif ini tersusun dari selang-seling lava dan piroklastik dan di bagian puncak endapan freatik. Pola radier dengan bentuk lembah V, beberapa air terjun yang sangat umum ditemukan pada satuan morfologi ini. Morfologi lereng tengah meliputi lereng timurlaut, selatan dan tenggara gunungapi ini.

Batuannya terdiri atas endapan piroklastik yang sangat tebal dan lava yang biasanya tersingkap di lembah-lembah sungai yang dalam dengan pola aliran sungai paralel dan semi memancar (semi radier). Lereng selatan dan tenggara terpotong oleh sesar Lembang, yang berarah timur-barat. Kaki selatan menempati bagian lereng tenggara dan selatan, yang terletak pada ketinggian antara 1200 m hingga 800 m dan antara 1000 hingga 600 m di atas permukaan laut.

Lereng timurlaut mempunyai pusat-pusat erupsi parasit seperti G. malang, G. Cinta dan G. Palasari. Aliran-aliran lava dan skoria berwarna kemerahan yang menempati sebagian besar daerah kaki ini adalah berasal dari pusat-pusat erupsi ini. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah U yang melewati batuan keras. Lereng selatan terletak antara sesar Lembang dan dataran tinggi Bandung di selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk oleh batuan piroklastik dan endapan lahar, sedangkan lava ditemukan di dasar sungai. Pola aliran sungai yang berkembang di dalam satuan morfologi ini adalah paralel.

Stehn (1929) meneliti tentang urutan pembentukan tiap kawah di gunung ini. Dia menyimpulkan bahwa kawah tertua (I) adalah kawah Pangguyangan Badak, telah hancur karena letusan pembentukan kawah kedua atau kawah Upas (II), sehingga yang tampak sekarang dari Kawah Pangguyangan Badak hanyalah pinggiran kawahnya saja. Secara periodik letusan terjadi kembali, yang akhirnya menghancurkan Kawah Upas menjadi Kawah Upas yang selanjutnya (III). Setelah itu, pusat letusan bergerak menghancurkan kawah I, kawah II, kawah III di bagia timur sehingga terbentuklah Kawah Ratu (IV). Letusan berikutnya terjadi di dasar kawah III dan menghasilkan Kawah Upas (V). Kemudian terjadi lagi perpindahan pusat letusan dari arah barat ke timur dan terbentuklah Kawah Ratu (VI). Letusan berikutnya terjadi di lereng sebelah timur, sebagai letusan lereng menghasilkan Kawah Jurig (X), Kawah Domas, Kawah Badak, Kawah Jarian (XI), dan Kawah Siluman (XII).

Aktivitas letusan kemudian bergerak ke arah barat di tahun 1896 terjadi letusan di bagian bawah Kawah Upas (II) membentuk Kawah Baru (VII). Di tahun 1910 aktivitas berikutnya ke arah timur. Di bagian bawah Kawah Ratu (VIII). Pada tahun 1926 terjadi hal yang sama, menghasilkan kawah yang lebih kecil ukuranya, dinamakan Kawah Ecoma (IX). Pada tangaal 1 Mei 1960 aktivitas letusan membentuk lubang di dasar Kawah Ratu, Kawah (XIII).

Pusat letusan yang selalu berpindah sepanjang 1100 m mengakibatkan proses penghancuran pada kawah terdahulu hanya berupa pinggiran kawah saja. Akhirnya pergerakan pusat letusan dari Kawah Pangguyangan Badak ke Kawah Ratu menghasilkan bentuk puncak gunung Tangkuban Perahu menjadi tidak lancip melainkan berbentuk seperti perahu terbalik.


Kamis, 25 Februari 2016

Keluruhuran Makna Punten dan Mangga Bagi Orang Sunda



PUNTEN, sudah tak asing lagi ditelinga urang Sunda mah-orang Sunda. Biasanya kata punten diiringi balasan kata mangga, di mana dua kata tersebut saling bertautan dan tak terpisahkan. Jika seseorang mengucapkan punten maka lawan bicaranya akan menjawab mangga. Kamus bahasa sunda sendiri, punten memiliki arti maaf, permisi dalam bahasa Indonesianya, sedangkan mangga dalam bahasa Indonesia berarti silahkan (http://kamusiana.com/).
Kedua kata ini juga merupakan salah satu simbol dari identitas budaya orang Sunda, di mana identitas menurut Collier dan Thomas, sebuah proses identifikasi dan penerimaan ke dalam suatu kelompok sosial yang memiliki seperangkat sistem simbol dan makna bersama serta norma yang mengatur tingkah laku (Jandt, 2006:8).
Searle, menyebutkan bahwa berbicara sebuah bahasa adalah menyatukan dengan sebuah bentuk aturan yang diatur oleh pelaku (Stephen W. Littlejohn, 2014:165). Sehingga kunci punteun mangga dapat menjadi ciri khas yang lahir dari budaya masyarakat itu sendiri, sebab budaya diutarakan Taylor  sebagai sesuatu sistem kompleks yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kapabilitas dan perilaku lain yang didapatkan manusia sebagai anggota dari masyarakat (Mindnesset al, 2006:18).
Pemanfaatan kata punten-mangga ketika bersosialisasi, menunjukkan moral orang Sundan yakni tingginya rasa sopan satun seseorang kepada orang lain, baik dengan orang yang dikenal maupun tidak dikenalnya. Hal itu terbukti nyata, ketika seseorang melewati sebuah jalan kecil (gang) dan seorang atau beberapa warga yang dilewati, menampakkan rasa sopan dan santunnya maka orang tersebut haruslah mengucapkan punten dan orang yang dilewatinya itu secara tidak langsung akan merasa bahwa ia dihargai dan dihormati dan menyahutnya dengan menuturkan mangga. Walau hal itu adalah hal sederhana namun dapat berdampak besar.
Nilai, Punteun-Mangga
Zaman sekarang ini telah berkurang orang sunda yang mengatakan punten-mangga. Nyatanya, ketika dipraktekan rata-rata orang mengucapkannya  dengan volume rendah. Biasanya hal ini karena malu, apalagi jika orang yang tak dikenal, akan semakin pelan saja suara yang terdengar. Lebih baik jika percaya diri saja ketika mengucapkannya, tidak ada rugi yang akan diterima. Namun ada juga yang bahkan seperti ayam, yang hanya lewat saja tanpa ada rasa malu akan sikapnya. Aduh, kaduhung pisan euy, eta mah.
Selain itu, punten-mangga juga dapat menunjukan bahwa orang tersebut ingin melestarikan budaya, adat kebiasaan leluhurnya, dan untuk orang non sunda, mereka ingin mengikuti budaya dari tempat yang ditinggalinya atau dikunjunginya. Apalagi orang pribumi siapapun juga akan senang jika orang asing mengetahui budayanya dan bahasanya.
Meski radar punten-mangga berada diufuk senja, jangan sampai generasi selanjutnya tidak tahu menahu kekuatan sepasang kata ajaib yang menjadi salah satu identitas budaya di tatar Sunda karena jika identitas budaya ini terhenti pada generasi kita, kaduhung-sayang sekali. Lestarikan,mun teu ayeuna mah, iraha deui?

Sumber

Kisah diantara ke Tiga ini, siapa yang berhasil lolos Uji setelah diberi ujian Kenikmatan !!

Kisah Si Belang, Si Botak, & Si Buta.


Abu Hurairah ra. telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, :

Ada tiga orang Bani Israil masing-masing menderita penyakit belang, botak, dan buta. Kemudian Allah menguji mereka dengan mengutus malaikat. Malaikat.

Malaikat yang datang kepada si Belang bertanya, "Apakah yang paling ku inginkan ?"
Jawab si Belang, "Aku ingin agar kulitku bagus dan wajahku lo sehingga orang tak lagi muak melihatku."

Malaikat tersebut lalu mengusap kulit si Belang sehingga akhirnya lenyaplah penyakit yang menjijikkan. Kini ia memiliki kulit yang bagus dan wajah yang elok.

Malaikat lalu bertanya lagi, "Sekarang, harta apakah yang kau inginkan?" Jawabnya, "Unta."-Ada yang mengataan sapi-. Si Belang lalu diberi unta yang sedang bunting sepuluh bulan. Malaikat berkata, "Semoga Allah memberkahi atas Rahmat yang telah kau terima."

Malaikat lalu mendatangi si Botak dan bertanya. "Apakah yang paling kau dambakan?"
Si Botak menjawab. " Aku ingin agar kebotakanku sembuh dan memiliki rambut yang bagus sehingga orang tak lagi muak melihatku."

Malaikat mengusap kepala orang itu dan seketika itu pula rambutnya tumbuh menjadi rapi. Malaikat bertanya, "Apakah lagi yang ingin kau inginkan?" Si Botak menjawab, "Aku ingin memilii sapi." Malaikat lalu memberinya seekor sapi yng sedang bunting . "Semoga Allah memberkati rahmat yang telah diberikan kepadamu."

Malaikat itu kemudian menemui si Buta, "Apakah yang sangat kau dambakan ?".
Jawab si Buta. "Aku ingin Allah mengembalikan penglihatanku, sehingga aku dapat melihat kembali".

Malaikat mengusapnya dan seketika itu pula matanya bis melihat. Malaikat bertanya " Harta apakah yang kau inginkan ?" Ia menjawab "kambing". Ia lalu diberi ambing yang sedang bunting.

Selang beberapa tahun kemudian , unta, sapi, dan kambing mereka berembang biak yang akhirnya memenuhi tanah lapang. Malaikat datang kepada si Belang yang menyamar sebagai orang yang tubuhnya berpenyakit belang.
Malaikat berkata, "Aku ini orang miskin, kehabisan bekal di tengah perjalanan. Hingga hari ini tidak ada yang sudi menolongku. Aku benar-benar mebutuhkan bantuanmu dengan menyebut yang telah memberimu paras cantik dan kulit yang halus serta kekayaan ini. Aku minta seekor unta saja untamu sebagai bekal melanjutkan perjalanan."
SI Belang Menjawab, "Masih banyak hak-hak yang harus kuberikan kepada orang lain, karena itu aku tidak bisa membekalimu apa-apa."
Malaikat itu berkata, "Rasanya aku pernah mengenalmu. Bukankah kau dahulu orang yang menjijikkan. Bukankah kamu dahulu miskin kemudian Allah memberi rahmat kepadamu ?"
Si Belang tersinggung , "Harta kekayaanku ini dari nenek moyangku!"
Malaikat lalu berkata, "Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikan keadaanmu seperti semula !."

Selanjutnya Malaikat itu menemui si Botak. Ternyata sikap si Botak juga sama dengan sikap si Belang. Karena itu Malaikat lalu berkata, "Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikan keadaanmu seperti semula !."

Malaikat kemudian menemui si Buta dengan menyamar jadi orang buta. "Aku ini orang miskin yang kehabisan bekal dalam perjalanan. Sampai hari ini tak seorang pun sudi menolongku, kecuali hanya Allah. Aku berharap semoga kau mau menolongku. Aku benar-benar membutuhanmu dengan menyebut Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu. Aku minta seekor kambing untuk bekal melanjutkan perjalanan."
Si Buta menyambutnya , "Aku dahulu orang buta, kemudian Allah mengembalikkan penglihatanku. Karenanya, ambilah apa yang kau inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kau senangi. Demi Allah, sekarang aku tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Agung."
Malaikat itu berkata, "Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu hanya diuji dan Allah benar-benar ridha kepadamu dan Dia telah memurkai kedua temanmu -Si Belang dan si Botak-."

HR.Bukhari dan Muslim.



Rabu, 24 Februari 2016

Dengan Begitu Cepat Banyak Yang Terjatuh Oleh Buaian Pujian


Menapaki tiap tangga untuk mencapai kesuksesan, menjadi terkenal, dan menjadi populer, itu bagi sebagian banyak orang yang melewatinya digapai tidak dengan jalan mudah dan butuh proses waktu yang lama. Ada yang bertahun-tahun bahkan puluhan tahun untuk mencapainya, itupun harus dilewati dengan penuh perjuangan,kerja keras, untuk menghadapi setiap rintangan yang menghadang yang tidak begitu mudah bagi orang kebanyakan. 

Tapi semua bisa hilang hanya dalam satu hari saja hanya karena terbuai oleh pujian. Dalam waktu begitu cepat akan hancur, apa yang sudah dicapai, dibangun selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun itu. 

Sudah banyak contoh kasus dikehidupan sehari-hari yang dilewati, betapa banyak orang sukses, pejabat, artis, dan lainnya, yang terjatuh oleh buaian pujian yang seperti racun yang dengan cepatnya bisa mematikan. Padahal kebanyakan mereka membangun semua itu tidak didapat dengan mudah tapi dengan proses yang begitu panjang dan melelahkan. Ada yang hancur oleh Korupsi, oleh Narkoba, oleh Perjudian, oleh Pergaulan Bebas, dan sebagainya. Yang kesemuanya berawal dari terbuai oleh pujian yang membuat lupa diri, bangga diri (riya,ujub,takabur dll), lupa menapak(merasa diatas terus), dan lupa darimana dia berasal. 

Lalu bagaimana cara mengantisipasi agar tidak mudah terbuai oleh Pujian ? Silahkan baca Sumber Berikut. dibawah ini.

Pujian adalah bentuk penghargaan kita kepada orang lain dengan mengapresiasi karyanya baik dalam bentuk sanjungan, pemberian hadiah, atau perlakuan spesial lainnya. Dalam banyak teori motivasi yang berkembang seperti teori yang dikemukakan Abraham Maslow bahwa memberikan pujian dapat menjadi dorongan positif kepada seorang untuk bekerja lebih keras. Oleh karena itu, penting bagi seorang pemimpin perusahaan memberikan pujian kepada bawahannya untuk meningkatkan produktivitas bawahannya. Tapi benarkah pujian akan selalu dapat memberikan dampak positif bagi seseorang?

Rasulullah adalah seseorang yang paling berhati-hati dalam memberikan pujian. Rasulullah SAW pernah bersabda:

ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً

“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan  janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (HR. Bukhari)

Kehati-hatian Rasulullah dalam memberikan pujian tentunya beralasan, pujian dapat menjadi racun bagi hati seseorang dan menjauhkannya dari keikhlasan. Ketika hati kita mulai gandrung akan pujian, maka setiap amal yang kita lakukan hanya akan menjadi amalan sia-sia, amalan riya’ yang bukannya diniatkan untuk Allah tapi untuk memperoleh pujian orang lain. Shalat yang biasanya dilakukan dalam waktu 5 menit, mendadak menjadi sangat khusyuk dan lama ketika shalat kita dilihat orang lain merupakan contoh sederhana bagaimana riya’ dapat merusak ibadah kita. Dampak negatif dari pujian secara umum ada 2 yaitu menjadikan kita riya’ dan sombong. Riya’ akan membuat ibadah-ibadah kita tertolak dan menghilangkan keberkahannya sedangkan kesombongan akan menjerumuskan kita ke neraka.

Berikut adalah beberapa tips untuk menghindari bahaya pujian:

  1. 1. Sadar bahwa semua pujian hanyalah milik Allah

Di ayat pertama surat Al Fatihah sudah jelas disebutkan “Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam”. Maka segala pujian itu selayaknya hanya untuk Allah. Sehingga, ketika kita menerima pujian, maka kita bersegeralah mengingat Allah dan mengembalikan pujian itu kepada Allah.

A: “Anak ibu pintar sekali ya, bisa masuk PTN terkenal!”

Jawaban orang yang sombong

B: “Habis gimana ya, kecerdasan kan memang turun dari orang tuanya”

Jawaban orang yang ikhlas

C: “ Alhamdulillah, Allahlah yang mengkaruniakan kami dengan anak yang cerdas”

Ketika dipuji, Abu Bakr berdo’a,

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228, no.4876)


  1. 2.Sadar bahwa kita dipuji karena Allah masih berkenan menutupi aib, dosa, kejelekan, dan kekurangan kita

Jika kita sering bermuhasabah, merenungi akan lebih berat mana kebaikan atau dosa yang kita lakukan maka kita akan terhindar dari bahaya pujian. Karena sesungguhnya, orang yang memuji kita itu hanya tahu sedikit dari pribadi kita yang sesungguhnya, Allahlah yang maha tahu aib kita, dosa-dosa kita, kejelekan, dan kekurangan kita. Jika Allah tidak maha baik untuk menutupi aib-aib kita niscaya bukanlah pujian yang akan kita dapatkan tapi malah cercaan dan dijauhi oleh orang lain. Mencoba untuk sering mengulang pertanyaan pada diri sendiri tentang siapa yang menciptakan kita?, Siapa yang menjamin rezeki kita? Siapa yang memberikan kemuliaan?, Siapa sang pemilik surga?, juga akan membantu kita menghindari sikap gila pujian.

  1. 3.Hanya berharap pada pujian Allah

Ketika manusia makin ingin dipuji, makin ingin dihargai, makin ingin dihormati, maka makin ia sering sakit hati. Maka agar kita tak mudah sakit hati, hanyalah berharap pada Tuhan Yang Maha Memberi.

Memuji dengan kadar yang pas dapat menjadi sebuah motivasi yang baik bagi sesorang, namun ketika diberikan secara berlebihan dan tidak sesuai dengan tempatnya pujian dapat menjadi racun bagi hati. Berhati-hati ketika menerima pujian dan segera mengingat kepada Allah adalah perbuatan bijak yang dapat kita lakukan untuk menghindari bahaya pujian.



Masih bertemu matahari

Masih ada waktu



Bila masih mungkin kita menorehkan batin
Atas nama jiwa dan hati tulus ikhlas
Mumpung masih ada kesempatan buat kita
Mengumpulkan doa perjalanan abadi

Kita mesti ingat tragedi yang memilukan
Kenapa harus mereka yang pergi menghadap
Tentu ada hikmah yang harus kita petik
Atas nama jiwa mengheningkan cipta

Kita meski bersyukur
Bahwa kita masih di beri waktu
Entah sampai kapan
Tak ada yang dapat menghitung

Hanya atas kasihNya
Hanya atas kehendakMu
Kita masih bertemu matahari
Kepada rumput ilalang
Kepada bintang gemintang
Kita dapat mencoba meminjam catatannya

Sampai kapan kita berada
Waktu yang masih tersisa
Semuanya menggeleng
Semuanya terdiam
Semuanya menjawab tak mengerti
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu

Kita meski bersyukur
Bahwa kita masih di beri waktu
Entah sampai kapan
Tak ada yang dapat menghitung

Hanya atas kasihNya
Hanya atas kehendakMu
Kita masih bertemu matahari
Kepada rumput ilalang
Kepada bintang gemintang
Kita dapat mencoba meminjam catatannya

Sampai kapan kita berada
Waktu yang masih tersisa
Semuanya menggeleng
Semuanya terdiam
Semuanya menjawab tak mengerti
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu

Ebiet G Ade 







Selasa, 23 Februari 2016

Alat musik Kacapi dari Sunda

Rincian pawn-bridges pada sebuah kacapi parahu.

1.Kacapi

Kacapi merupakan alat musik Sunda yang dimainkan sebagai alat musik utama dalam Tembang Sunda atau Mamaos Cianjuran dan kacapi suling.
Kata kacapi dalam bahasa Sunda juga merujuk kepada tanaman sentul, yang dipercaya kayunya digunakan untuk membuat alat musik kacapi.

2.Bentuk
Kacapi parahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Pada masa lalu, kacapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu dengan memahatnya.
Kacapi siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Serupa dengan kacapi parahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya membentuk trapesium.
Untuk kedua jenis kacapi ini, tiap dawai diikatkan pada suatu sekrup kecil pada sisi kanan atas kotak. Mereka dapat ditala dalam berbagai sistem: pelog, sorog/madenda, atau salendro.
Saat ini, kotak resonansi kacapi dibuat dengan cara mengelem sisi-sisi enam bidang kayu.
Kacapi indung dan kacapi rincik.

3.Fungsi
Menurut fungsinya dalam mengiringi musik, kacapi dimainkan sebagai:
  1. Kacapi indung atau kacapi induk
  2. Kacapi rincik atau kacapi anak

Kacapi indung memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi besar dengan 18 atau 20 dawai.
Kacapi rincik memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antar nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kacapi suling atau Sekar Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15.

Rincian unsur nada dalam sebuah kacapi parahu.


4.Penalaan dan Notasi
Kacapi menggunakan notasi degung. Notasi ini merupakan bagian dari sistem heptachordal pelog. Lihat tabel berikut:
Pelog degung SundaPelog Jawa
1 (da)6
2 (mi)5
3 (na)3
4 (ti)2
5 (la)1

Sumber :Wikipedia
.