Rabu, 30 Desember 2015

Puisi : Biarkan Berbeda

Puisi :

Biarkan Berbeda.




Hidup Ini Biarkan Berbeda
Ada hutan ada gunung ada sawah ada laut
Tuhan sudah mentakdirkan

Hidup itu saling mengisi
Biarkan yang jelek dengan kejelekannya
Biarkan yang bagus dengan kebagusannya
Biarkan yang hitam dengan kehitamannya
Biarkan yang putih dengan keputihannya

Hidup itu tidak bisa sendiri
Bayangkan, jadi Presiden sendiri, Jadi wakilnya sendiri, Jadi DPR sendiri
Ngurus menteri sendiri
Ngurus protokoler sendiri
Ngurus gaji sendiri
Ngurus negara sendiri, jadi rakyat sendiri
Silahkan, menyupiri sendiri, pidato sendiri, sekaligus jadi wartawannya sendiri
Jadi penyiarnya, jadi kamerawan, jadi penulis berita sendiri,
jadi pemilik koran sendiri, & jadi penjual koranya sendiri.
Semuanya serba sendiri
Bayangkan sendiri.

Biarkan berbeda
Yang penting kita berada di jalur kita
Jalur yang peduli terhadap sesama, berbagi sekemampu kita
Jalur yang berbuat sekecil apapun yang kita bisa untuk lingkungan kita
Jalur yang hati nurani tidak bisa dibohongi tentang kebaikan dan keburukan
Jalur yang berbagi ilmu, sesuai dengan keahlian dan pengalaman masing-masing
Jalur yang berupa tanam tuai
Dimana apa yang kita tanam akan menuai atau merasakan sendiri hasilnya suatu saat kelak
Tinggal kembali kepilihan masing-masing
Ingin menanam tanaman jelek dengan kualitas pupuk yang jelek, dengan sendirinya hasilnya sama
Atau ingin menanam tanaman yang bagus dengan kualitas pupuk yang baik, dengan sendirinya hasilnya sama

Mari Biarkan Berbeda
Untuk saling mengisi
Demi membawa kebersihan, kejernihan & kewangian sepanjang hidup di lingkungan sekitar.






















Senin, 28 Desember 2015

Keluruhan Nurani

Keluruhan Nurani Untuk Kebaikan Lingkungan.




Sebuah kesaksian hidup, dimana kita tidak bisa menghilangkan yang namanya perbedaan, tidak bisa kita hapus warna warni yang ada menjadi satu warna saja, tidak akan enak terdengar apabila kita mendengarkan musik dengan satu nada kunci, begitupun bukan hidup namanya kalau kita sendiri, apa-apa sendiri, melakukan sesuatu sendiri.

Semua saling ada keterkaitan, semua saling membutuhkan, semua saling mengisi, semua saling membantu, semua saling berperan, untuk dirajut meski berbeda, meski berwarna, meski seirama. Karena semua itu kita butuhkan sebagai makhluk hidup , makhluk sosial, dan makhluk Sang Pencipta.

Memang kalau tolak ukurnya ke egosian, tentu kita ingin menonjolkan sendiri perbedaan kita, warna kita, nada kita. Bahkan, sampai terjadi perpecahan, peperangan, dan pembunuhan hanya karena mempertahankan ke egoisan masing-masing.

Tapi perjalanan hidup ini akan teramat sangat menyedihkan apabila kita hanya terfokus ke dalam perbedaan kita, warna kita dan nada kita.

Cuma ada satu kata untuk merajut semua itu, yaitu Nurani. Nurani semua insan sama. Nurani hanya bisa menjawab dengan kejernihan. Nurani tidak bisa dipropagandakan, dimanipulasi, dan ditutup-tutupi kejernihannya.

Semua saling terkait, salah satu contoh kecil ketika kita membuang sampah pada tempatnya, akan dengan sendirinya memudahkan para petugas sampah yang membawanya ke mobil sampah, dari mobil sampah dibuang ketempat pembuangan akhir sampah, dari tempat pembuangan akhir sampah, para pengais rijki (pemulung) dengan mudah mengambil botol-botol bekas dan lainnya yang bisa dijual. Dan para pengumpul/pengepul botol dan barang bekas lainnya tidak kesusahan untuk mengumpulkan stok barang bekas yang masih bisa diolah untuk di jual lagi ke pemain besar diatasnya , karena mendapat stok yang cukup dari pencari rijki (pemulung) yang mengambil botol bekas dan lainnya di tempat pembuangan akhir sampah.

Tapi ketika dibalik, kita mempunyai kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya, akan dengan sendirinya secara berkaitan dengan yang lainnya akan menyusahkan dan membuat orang lain kerepotan.

Maka dari itu tidak ada kata lain selain Nurani , dengan Keluruhan Nurani untuk kebaikan lingkungan, maka akan berdampak besar meski yang kita lakukan memulai dari hal yang kecil, apapun itu, apalagi yang  terkait lingkungan dimana kita hidup.





Kamis, 24 Desember 2015

"Tak Bisa Kah Kau Hentikan Sejenak Ambisimu"

"Tak Bisa Kah Kau Hentikan Sejenak Ambisimu" 
Untuk Lingkunganmu.




Judul diatas merupakan penggalan lirik dari lagu godbless yang berjudul "Kehidupan". Mari kita tarik penggalan kalimat tersebut ke lingkungan kita. Lingkungan tempat dimana kita tinggal, lingkungan tempat dimana kita berada, dan lingkungan dimana kita hidup.

Hampir setiap hari kita disuguhkan dengan pemberitaan media yang menggambarkan betapa membuat sakit kepala, pikiran, dan hati. Karena ulah segelintir orang oleh ambisi yang tak terbatas, ambisi yang berlebihan, ambisi yang tidak bisa dikuasai oleh sipemilik ambisi.

Kita bisa lihat dengan mata telanjang, betapa hancurnya lingkungan kita. Dimulai dari lingkungan alam, betapa tercemarnya air,udara, dan tanah. Sampah dan polusi adalah hal yang lumrah kita dengar dan terbiasa dengan hal tersebut. Begitupun lingkungan sosial, budaya dan spiritual.

Di bidang sosial, kita melihat betapa tingginya tingkat egoisme,individualisme, dan kesenjangan. Rakyat hampir kehilangan keteladanan dari para pemimpinnya yang duduk di dewan kehormatan dan lainnya, korupsi jadi sebuah kebanggaan dan sebagainya. Di bidang budaya, kita melihat orang yang ingin menghancurkan budaya leluhur kita, secara terang-terangan menyebarkan kebencian bahwa budaya itu ketinggalan jaman dan banyak sekali tidak ada manfaatnya sama sekali dan cenderung mengandung kemusyrikan dan lainnya. Di bidang spiritual, kita melihat betapa banyak orang merasa seperti Sang Pencipta, merasa suci, saling meremehkan bahkan saling menghinakan antar sesama.


Disitulah mari kita renungkan penggalan kalimat lirik lagu dari godbless "Tak Bisa Kah Kau Hentikan Sejenak Ambisimu" . Mari kita sebagai insan manusia yang diberi kehidupan ini, saling mengingatkan, saling mengerem, saling mawas diri, saling gugah rasa, saling hormat menghormati, saling merangkul, saling mengayomi, saling berintropeksi, saling menguatkan, saling mengakui kalau kita itu mahkluk yang lemah dimata Sang Pencipta.

Setiap insan yang hidup sangat bohong sekali kalau tidak menginginkan lingkungan yang baik, lingkungan yang kondusif, dan lingkungan yang bermartabat. Meski memang kita tidak akan bisa menghilangkan antara gelap dan hitam. Tapi kita bisa dengan bergandeng tangan mengurangi gelap dan hitam dalam kehidupan kita. Caranya kembali mulai dari hal mudah, mulai dari diri kita sendiri, mulai dari keluarga kita, mulai dari lingkungan terdekat kita, untuk kita hentikan sejenak ambisi berlebihan dari dalam diri kita. Dengan perlahan-lahan, dari perlahan akan menjadi biasa, dari biasa akan menjadi kebiasaan, dari kebiasaan akan bisa menguasai ambisi yang berlebihan dalam diri kita masing-masing. 

  

Rabu, 23 Desember 2015

Menjaga Lingkungan Bukan Hanya Alam Saja

Menjaga Lingkungan Bukan Hanya Alam Saja.




Definisi Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. 

Itu definisi formalnya, dimana intinya adalah bagaimana kita bisa menjaga lingkungan dalam semua hal di alam semesta ini, dengan segenap kemampuan kita sesuai dengan keahlian dan bidang masing-masing.

Disini mari kita membuka cakrawala seluas-luasnya, supaya kita memandang sesuatu tidak dalam kacamata yang sempit. Lingkungan merupakan bagian terpenting dalam perjalanan kita sebagai manusia dan alam semesta raya ini.

Ada pepatah bijak nan masyhur seperti ini "Apa yang ditanam itulah yang dituai". Jadi, selama kita ingin menjaga lingkungan, cukup niat saja, itu sudah bernilai kebaikan di mata Sang Pencipta. Hasil yang akan kita rasakan akan bisa terbayar langsung atau suatu saat kelak, yang semua merupakan rahasia Sang Pencipta.

Ketika kita mempunyai keinginan untuk tidak membuat sampah sembarangan, ketika kita mempunyai keinginan untuk memberikan senyuman tulus ke orang yang kita temui, ketika kita mempunyai keinginan menghemat air, ketika kita mempunyai keinginan membantu sodara yang kesulitan, ketika kita mempunyai keinginan membahagiakan orang tua terutama ibu, ketika kita mempunyai keinginan mendidik anak-anak yang baik, ketika kita mempunyai segala keinginan yang baik, segera lakukan.

Meski hanya sebatas niat , lalu memulai dari hal yang kecil, memulai dari diri kita sendiri, akan secara tidak langsung berefek ke hal-hal yang besar, serta memiliki value atau nilai yang sangat tinggi. Daripada tidak sama sekali berbuat apapun.

Selama kita hidup apapun bisa dilakukan, semua punya pilihan, semua punya selera, semua berbeda-beda, itu semua lumrah. Akan tetapi, hati nurani semua itu sama, tidak bisa di bohongi, di propaganda, di palsukan, dan lain-lain. 

Hati nurani pasti akan selalu mengarahkan kepada hal-hal yang baik. Tinggal bagaimana kita sebagai makhluk hidup yang diberikan akal ini untuk berpikir mana jalan yang harus kita tempuh dan harus kita lewati dan mana jalan yang sekiranya membuat diri kita bahaya melewatinya. 

Mana pilihan menjaga lingkungan mana pilihan tidak ikut andil menjaga lingkungan. Tinggal kembali ditanyakan ke hati nurani masing-masing, dimana kita diberikan akal untuk digunakan, sementara makhluk yang lain tidak. Kembali lagi kepada kita ingin disebut manusia yang berakal atau ingin disebut yang lain. 


Minggu, 20 Desember 2015

Tentang Muara Wangi

Muara Wangi.



Muara Wangi merupakan simbol sungai di kampung si Ujang jaman dahulu. Sungai itu dulu sangat jernih, bersih, seperti layaknya air yang mengalir dari pegunungan. Batu di dalam sungai nampak terlihat, begitupun ikan-ikan yang mendiaminya, lalu lalang terlihat mata. Bahkan konon menurut mitos orang tua yang mandi disitu bisa menimbulkan wewangian ke tubuh.

Tapi itu mitos, yg pasti bagi si Ujang nilai wangi yang terkandung tersebut maksudnya ketika kita bisa menjaga lingkungan, maka muara sungai yang dipakai mandi biar wangi dan kebutuhan dasar masyarakat sekitar, akan terus membawa kebersihan, kejernihan & kewangian sepanjang hidup di lingkungan sekitar.

Waktupun terus berlalu, Muara Wangi yang dulu begitu harum namanya lambat laun telah hilang harumnya, karena muara yang dulu bersih dan jernih tersebut, kini berubah menjadi muara yang kotor, muara yang penuh sampah, muara yang sudah tidak wangi lagi, muara yang sudah kehilangan identitasnya oleh ulah kita sendiri yang tidak bisa menjaga lingkungan dengan baik.

Sebagai generasi penerus, sekarang hanya bisa mengambil nilai dari apa makna Muara Wangi tersebut. Sebuah nilai yang sangat mahal, untuk kita ceritakan ke generasi selanjutnya, bahwa betapa pentingnya menjaga lingkungan.

Begitulah pembuka perkenalan dengan sabab musabab Muara Wangi ini, semoga saling mengisi dan saling mempelajari .

Selamat menyelami